Thursday, December 23, 2010

SAINS MODERN

 Home Republika Online

Kamis, 19 Agustus 2010 pukul 10:24:00
Dr Syamsuddin ArifPeneliti INSISTSKehidupan di muka bumi ini bermula sekitar 3,5 miliar tahun yang lalu. Sejak itu pelbagai organisme bersaing satu sama lain untuk bertahan hidup, dengan begitu bereevolusi menghasilkan aneka ragam spesies baru yang semakin lama semakin canggih. Sampai kemudian muncul spesies baru bernama manusia yang dengan akalnya mulai mencari asal-usul kehidupan. Ribuan bahkan jutaan tahun berlalu tak seorangpun konon berhasil memberi jawaban memuaskan. Baru pada tahun 1735 Carolus Linnaeus dari Swedia menjadi manusia pertama yang membuat klasifikasi berdasarkan kemiripan dan memberikan nama saintifik bagi tiap-tiap spesies. Dan baru pada tahun 1859 teka-teki biologi tersebut berhasil dipecahkan oleh saintis Inggris bernama Charles Darwin. Manusia, sebagaimana spesies lain, muncul ( evolved) dengan sendirinya dari proses seleksi alam.Jika dipikirkan kembali, dongeng evolusi ini tidak hanya sarat dengan khayalan tetapi juga berunsur penghinaan. Pertama, kendati berangkat dari kajian empiris selama pelayarannya di Amerika Selatan, penyimpulan Darwin lebih bersifat dugaan ( conjecture) ketimbang kepastian. Dalam konstruk epistemologi Islam, pengetahuan semacam ini disebut zhannatau...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

LIBERALISME DARI IDEOLOGI MENJADI TEOLOGI

 Home Republika Online

Kamis, 15 April 2010 pukul 14:12:00
Hamid Fahmy ZarkasyiDirektur INSISTSKata-kata liberal diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau suatu keadaan dimana se seorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The Old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang sehingga mempunyai berbagai makna.Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum (Coady, CAJ Distributive Justice). Menurut Alonzo L Hamby, PhD Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity) (Brinkley, Alan Liberalism and Its Discontents).Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini, beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.Singkatnya pada abad ke 20...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

Wednesday, December 22, 2010

LIBERALISME DAN FEMINISME

 Home Republika Online

Kamis, 15 April 2010 pukul 13:23:00
Tiar Anwar BachtiarMahasiswa S3 Sejarah Universitas IndonesiaGelombang liberalisme di Indonesia masuk berbagai pintu. Salah satu pintu yang boleh dikatakan sukses adalah pintu isu kesetaraan gender. Isu ini bahkan telah berhasil menembus kebijakan negara. Alhasil, gender mainstreaming menjadi salah satu program penting dalam semua lini program yang dicanangkan pemerintah. Selain itu, pemerintah juga meratifikasi MDGs (Milenium Development Goals) yang salah satu indikatornya adalah pengarusutamaan gender. Targetnya sangat telanjang: menyamakan peran laki-laki dan perempuan.Gerakan perempuan di Indonesia mulai menyeruak ke permukaan setelah terbit buku kompilasi surat-menyurat Kartini dengan teman-teman Belandanya (Ny Abendanon, Stella, Ny Ovink-Soer, dll) bertajuk Door Duisternis Tot Licht (1911). Buku ini menjadi populer ketika Armin Pane, pujangga angkatan Balai Pustaka, menerjemahkannya dan memberinya judul Habis Gelap Terbitlah Terang. Buku ini dianggap memberi inspirasi bagi kaum wanita di Indonesia untuk memperjuangkan harkat dan martabatnya agar sejajar de ngan laki-laki. Alhasil kata “emansipasi wanita” menjadi kata-kata yang sangat familiar di negeri ini; dan Kartini pun didaulat sebagai salah seorang pahlawan wanita kebangga bangsa ini.Dalam surat-suratnya, Kartini bercerita tentang kegetiran dan nestapa yang di alaminya sebagai anak-wanita seorang pri yayi Jawa (Bupati). Ia selalu ditempatkan sebagai makhluk kelas dua setelah saudara laki-lakinya. Perannya dianggap lebih rendah dibandingkan laki-laki. Ayahnya menikah secara poligami yang membuatnya sangat tidak senang, sekalipun akhirnya ia harus menerima kenyataan menjadi istri keempat Bupati Rembang.Atas pengalaman yang dialaminya itu, Kartini sampai pada kesimpulan bahwa wanita Indonesia harus bergerak dan bangkit melawan penindasan ini. Untuk bangkit itu, “Kartini bercita-cita memberi bekal pendidikan kepada anak-anak perempuan, terutama budi pekerti, agar mereka menjadi ibu yang berbudi luhur, yang dapat berdiri sendiri mencari nafkah sehingga mereka tidak perlu kawin kalau mereka tidak mau.” (Sulastin Sutrisno, Surat-Surat Kartini, Djambatan, 1985: xvii).Sampai pada titik ini, pemikiran-pemikiran feminis Kartini terlihat terang-benderang, walaupun akhirnya ia memilih untuk meninggalkan pemikiran-pemikirannya ini. Kartini rupanya lebih senang menjadi wanita Jawa apa adanya. Ia memilih untuk menikah,...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

Pemikiran Liberal di Dunia Arab

 Home Republika Online

Kamis, 15 April 2010 pukul 13:30:00
Nirwan SyafrinKandidat Doktor ISTAC IIUM, Kuala LumpurAbad ke 18 bagi dunia Islam merupakan abad kejatuhan dan keterpurukan. Saat itu banyak teritori dunia Islam yang jatuh ke tangan Kolonial Eropa. Tahun 1774, di bawah perjanjian Kuchuk Kainarja, Daulah Utsmaniyyah terpaksa melepaskan beberapa teritorinya kepada Rusia. Dan keadaan menjadi parah ketika Napoleon berhasil melakukan invasi militer ke Mesir pada tahun 1798. Menjelang abad 20, banyak dunia Islam yang sudah berada di bawah kontrol negara asing alias dijajah.Peristiwa ini telah mendorong intelektual Muslim Rifa’ah Tahtawi, Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad ‘Abduh, di Timur Tengah; Syed Ahmad Khan dan Syed Amir Ali di Benua India, melakukan pembenahan. Mereka ini lalu disusul oleh ge nerasi baru yang dinilai orang dengan berbagai sebutan, seperti pembaharuan (tajdid), modernisasi, sekularisasi, dan bahkan liberalisasi. Albert Hourani, misalnya, menyebut rentang waktu 1798-1939 sebagai Abad Kebebasan (Liberal Age) dalam Islam. Namun, masalahnya apakah gerakan ini dapat disebut gerakan tajdid yakni pembaharuan pemikiran seperti dalam tradisi intelektual Islam atau liberalisasi seperti yang terjadi di Barat, hal ini memerlukan penjelasan.Berbentuk KritikSecara historis upaya pembenahan yang dilakukan generasi Abduh ternyata tidak menghasilkan buah seperti yang di inginkan. Sebab setelah berjalan selama seratus lima puluh tahun (pada Juni 1967) dunia Arab justru harus tunduk malu menanggung kekalahan dari sebuah negara yang baru saja berdiri ketika itu, Israel.Sadiq Jalal al-‘Azm menyebut peristiwa itu seperti halilintar di siang bolong yang telah mengubah orientasi karir intelektualnya. Dalam salah satu wawancara dia pernah mengatakan “I found myself suddenly preoccupied with...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

Meluruskan Pelajaran Sejarah Indonesia

 Home Republika Online

Kamis, 15 Juli 2010 pukul 14:18:00
Sejarah Indonesia Dibandingkan dengan buku-buku populer, buku-buku sejarah termasuk yang ku -rang laku di pasar -an. Bisa dikatakan, pengetahuan sejarah masyarakat Indonesia pada umumnya sangat rendah. Biasanya, pengetahuan se -jarah hanya didapat dari bangku sekolah. Kecenderungan sikap kri -tis berbagai cerita sejarah sangat lemah. Padahal, pelajaran sejarah di sekolah-sekolah menempati po -sisi paling penting dan strategis da -lam mengembangkan kesadaran se -jarah masyarakat. Ironisnya, ¡°pengajaran sejarah¡± di negeri ini belum menemukan ben tuk dan arah yang jelas. Sejak era Kemerdekaan 1945 sampai se -karang, pola dan isi pengajaran sejarah terus berubah. Setiap ter -jadi perubahan politik, maka tuju -an, pola, dan isi kurikulum pelajar an sejarah pun berubah. Ada dua tesis yang menggambarkan terjadinya perubahan se -perti itu. Pertama, berjudul Sejarah Pendidikan di Indonesia: Sebuah Telaah atas Perubahan Kurikulum Sejarah Indonesia Sekolah Mene -ngah Atas Tahun 1975-1994, ditulis Umiasih (Departemen Sejarah UI: 2000). Kedua, berjudul Penulisan Buku Pelajaran Sejarah Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas 1964 . 1984: Sejarah Demi Kekuasaan, oleh dan Darmiasti (Departemen Sejarah UI: 2002). Disimpulkan, sampai saat ini tidak pernah ditemukan pelajaran sejarah yang pas. Buku-buku sejarah masih dipe nuhi mitos yang diciptakan penguasa dengan mengabaikan penemuan fakta-fakta baru.Pendekatan Indonesia-centrisPendekatan Indonesia-centris membuat mitos bahwa ¡°Indonesia¡± sudah memiliki jati dirinya sendiri sejak zaman Sriwijaya dan Maja -pahit. Padahal sampai hari ini, yang disebut karakter ¡°Indonesia¡± seba -gai suatu bangsa belum bisa didefinisikan dengan jelas. Di negara yang bernama ¡°Indonesia¡± ini terakumulasi berbagai karakter dan ke pribadian ¡°bangsa¡± yang lebih dikenal dengan istilah ¡°suku-bang -sa¡±. Suku-suku bangsa ini yang se -sungguhnya ada, sementara ¡°In -donesia¡± sebagai bangsa tidak per -nah sungguh-sungguh ada. Para ahli sampai hari ini tidak pernah bisa merumuskan secara pasti apa yang disebut ¡°Indonesia¡±. Sunda, Jawa, Batak, Minang, dan lainnya le bih mu dah dirumuskan secara kul tural dibandingkan merumuskan apa yang disebut ¡°...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

BELAJAR FISIKA SECARA ISLAMI

 Home Republika Online

Kamis, 19 Agustus 2010 pukul 13:30:00
Usep Mohamad IshaqMhs Doktoral Ilmu Fisika ITB, Peneliti INSISTS“Apakah Ilmu Fisika mungkin dipelajari tidak secara islami?” Dengan kata lain, “Apakah ada cara mempelajari Fisika yang Islami atau tidak Islami?”.Pertanyaan ini tidak mudah dijawab, terutama karena ada kesalahfahaman yang meng gelayuti banyak orang tentang konsep dan proses Islamisasi ilmu kontemporer. Masih ada saja yang membayangkan bahwa Islamisasi sains berarti membuat “pesawat terbang Islam”, atau “mesin islam”. Atau, masih ada juga yang mengira bahwa Islamisasi hanyalah semata-mata berarti “mencocok-cocokkan” atau menjustifikasi ayat al-Qur’an dengan temuan sains atau sebaliknya.Jika memang ada cara tertentu untuk mempelajari Fisika secara Islami, pertanyaan selanjutnya, “Apa perlunya mempelajari ilmu Fisika secara Islami? Hal ini dapat dijawab dari dua sisi. Pertama, bah wa dalam Islam, tujuan utama dari setiap pendidikan dan ilmu ada lah tercapainya ma’rifatullah (mengenal Allah, Sang Pencipta), serta lahirnya manusia beradab, yakni manusia yang mampu me nge nal segala sesuatu sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentu kan Allah.Tak terkecuali saat seorang Muslim mempelajari Ilmu Fisika. Ia tak hanya bertujuan semata-mata untuk menghasilkan terobosan-terobosan sains atau temu an-temuan ilmiah baru; bukan pula menghasilkan tumpukan jurnal-jurnal ilmiah semata-mata atau gelimang harta kekayaan saja. Tapi, lebih dari itu, seorang Muslim melihat alam semesta sebagai ayat-ayat Alllah. “Ayat” adalah tanda.Tanda untuk menuntun kepada yang ditandai, yakni wujudnya al-Khaliq. Allah menurunkan ayat-ayat-Nya kepada manusia dalam dua bentuk, yaitu ayat tanziliyah (wahyu yang verbal, seperti Alquran) dan ayat-ayat kauniyah, yakni alam semesta. Bahkan, dalam tubuh manusia itu sendiri, ter dapat ayat-ayat Allah.Allah memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang tidak mampu menggunakan potensi inderawi dan akalnya untuk me ngenal Sang Pencipta. Mereka di sebut sebagai calon penghuni neraka jahannam dan disejajarkan kedudukannya dengan binatang ternak, bahkan lebih hina lagi (QS 7:179).Binatang ternak bekerja secara profesional sesuai bidangnya masing-masing. Dengan itu, ia mendapat imbalan untuk menuruti syahwat-syahwatnya. Makan ke nyang, bersenang-senang, istirahat, lalu mati. “Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang dan makan-makan (di dunia) seperti layaknya...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

Tuesday, December 21, 2010

DR ANIS MALIK THOHA, Ahli Pluralisme dari Demak

 Home Republika Online

Kamis, 15 April 2010 pukul 13:10:00
Bicaranya tenang, berlogika tinggi dan terkesan hati-hati. Ia excellent bila berbicara dalam bahasa Inggris dan Arab sekaligus. Kemahirannya yang tinggi dalam bahasa ini, menyebabkan ia diangkat International Islamic University Malaysia, menjadi Direktur IIUM Press. Selain mengajar berbagai bidang pemikiran Islam, kini ia bertanggungjawab terhadap seluruh pe ner bitan di IIUM. Mulai dari newsletter, buku, jurnal, makalah dan lain-lain.Bagi banyak cendekiawan Muslim di Indonesia yang peduli dengan khazanah pemikiran Islam, namanya sudah cukup akrab. Dr Anis Malik Thoha, lahir di Demak, 31 Desember 1964. Masa kecilnya banyak dilalui di pesantren. Orang tuanya mendidik agama dengan ‘ketat’. “Saya tidak boleh mendengarkan musik saat itu dan kalau keluar rumah tidak boleh gundulan, harus pakai kopiah,”ujarnya kepada Islamia-Republika.Ayahnya hanyalah seorang Muslim yang taat dan bekerja sebagai petani biasa. Di pesantren ia sering ‘kurang sangu’. Tapi kondisi itu justru menyebabkan dirinya terpacu untuk belajar lebih tekun. Di masa remajanya, ia telah menamatkan hafalan seribu bait kaidah bahasa Arab, Alfiyyah Ibnu Malik.Sejak duduk di Perguruan Islam Mathali’ul Falah, Pati Jawa Tengah, ia sudah mempunyai cita-cita untuk melanjutkan di Universitas Madinah. Ia melihat beberapa gurunya telah pergi ke sana dan kebetulan sekolahnya...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

STUDI AGAMA-AGAMA DALAM TRADISI ISLAM DAN BARAT

 Home Republika Online

Kamis, 20 Mei 2010 pukul 15:46:00
Pada 19 Februari 2009, sebuah pusat studi lintas agama di Yogyakarta menggelar satu acara bedah buku berjudul When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru dalam Relasi Umat Kristiani-Muslim. Penulisnya, seorang dosen perbandingan agama. Buku itu merupakan disertasi doktornya di Chicago University. Bedah buku sejenis digelar di sejumlah kota. Penulis buku ini mencoba mencari titik temu antara Islam dan Kristen, melalui kajian terhadap dua pemikir besar dalam Islam dan Katolik, yaitu Ibn Arabi dan Meister Eckhart. Penulis menggunakan konsep filsafat perenial dan Kesatuan Transendensi Agama-agama (Trancendent Unity of Religion) sebagai framework kajiannya. Ditulis dalam bukunya: ¡±Kebanyakan pemahaman Muslim kontemporer mengenai keanekaragaman agama berdasar pada ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tradisi agama-agama selain Islam. Berbeda dengan kebanyakan Muslim lain yang percaya bahwa ayat-ayat eksklusif tertentu dalam Alquran menghapus (naskh) ayatayat inklusif tertentu di dalamnya ¨C sehingga mempunyai kesimpulan yang menegaskan bahwa Islam menghapus agama-agama yang ada sebelumnya ¨C Ibn Arabi tidak mempunyai kesimpulan yang demikian.¡± Dalam buku ini, yang dijadikan sebagai sasaran adalah sosok Ibn Arabi (w 638 H/1240 M), yang memang sejumlah pe mi kirannya memicu kontroversi di kalangan para ulama. Penulis buku ini menjadikan sejumlah karya William C Chittick, seperti Imaginal World: Ibn al-¡®Arabi and the Problem of Religious Diversity, sebagai kacamata dalam melihat konsep agama-agama Ibn Arabi. Padahal, ¡°kaca mata¡± Chittick itulah yang bermasalah. Chittick sudah berasumsi, Ibn Arabi adalah sosok yang mengakui validitas semua agama. Peneliti INSISTS, Dr Syamsuddin Arif, dalam bukunya, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran (2008), sudah memberikan koreksi terhadap Chittick dalam menjelaskan konsep agama Ibn Arabi. Tanpa menafikan sisi kontroversial Ibn Arabi sendiri, tokoh sufi ini pun tetap menegaskan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sah di dalam pandangan Allah SWT. Setelah Nabi Muhammad SAW diutus, maka peng ikut agama-agama para Nabi sebelumnya, wajib beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan mengikuti syariatnya. Sebab, dengan kedatangan sang Nabi terakhir, maka syariat agama-agama sebelumnya otomatis tidak berlaku lagi. ¡°Fa inna syari¡®ata Muhammadin shallallahu alayhi wa sallama nasikhah,¡± tulis Ibn Arabi. Metode studi agama-agama ¡±model Barat¡± yang menggunakan pendekatan ¡±netral agama¡± ¨C alias tidak berpijak pada salah satu perspektif agama tertentu ¨C sekarang banyak diminati oleh kalangan akademisi Muslim...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

FISIKAWAN MUSLIM MENGUKIR SEJARAH

 Home Republika Online

Kamis, 19 Agustus 2010 pukul 10:31:00
John AdlerMhs Doktoral Ilmu Fisika ITBSejarah membuktikan, kontribusi Ilmuwan Muslim dalam bidang Fisika sangatlah besar. Karyakarya ilmuwan Muslim dalam bi dang Fisika, baik yang klasik mau pun modern, bisa dikatakan sangat melimpah. Langkah peneliti IN SISTS, Mohamad Ishaq dalam usahanya menyusun suatu buku teks pelajaran Fisika, Menguak Rahasia Alam dengan Fisika, yang digagas Departemen Agama RI, perlu di apresiasi dan disempurnakan.Cobalah renungkan, apa yang ada di benak anda ketika mengenal “kamera”? Banyak pelajar Muslim yang mungkin tak kenal sama se kali, bahwa perkembangan tek nologi kamera tak bisa dilepaskan dari jasa seorang ahli fisika ekspe rimen talis pada abad ke-11, yaitu Ibn al-Haytham. Ia adalah seorang pa kar optic, pencetus metode eksperimen. Bukunya tentang teori optic, al-Manazir, khususnya dalam teori pembiasan, diadopsi oleh Snell dalam bentuk yang lebih matematis.Tak tertutup kemungkinan, teori Newton juga dipengaruhi oleh al-Hay tham, sebab pada Abad Pertengahan Eropa, teori optiknya sudah sangat dikenal. Karyanya banyak di kutip ilmuwan Eropa. Selama abad ke-16 sampai 17, Isaac Newton dan Galileo Galilei, menggabungkan teori al-Haytham de ngan temuan mereka. Juga teori konvergensi cahaya tentang cahaya putih terdiri dari beragam warna cahaya yang ditemukan oleh New ton, juga telah diungkap oleh al-Haytham abad ke-11 dan muridnya Kamal ad-Din abad ke-14.Al-Haytham dikenal juga seba gai pembuat perangkat yang dise but sebagai Camera Obscura atau “pinhole camera”. Kata “kame ra” sendiri, konon berasal dari kata “qa mara”, yang bermakna “yang di terangi”. Kamera al-Haytham me mang berbentuk bilik gelam yang diterangi...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here

Monday, December 20, 2010

LIBERALISME: BEBAS DARI TUHAN!

 Home Republika Online

Kamis, 15 April 2010 pukul 14:04:00
KhayrurrijalGuru Pondok Pesantren Husnayain, SukabumiKata ‘liberal’, menurut Ensiklopedi Britannica (2001), diambil dari bahasa Latin liber. Kata ini pun, menurut Oxford English Dictionary, bermakna sesuai untuk orang bebas, murah hati dalam seni liberal (liberal arts). Salah satu rekaman pertama mengenai contoh kata ‘liberal’ muncul pada 1375 yang memang digunakan untuk memerikan liberal arts.Dengan terbitnya masa Pencerahan (Enlightenment), kata tersebut memperoleh penekanan positif secara lebih menentukan dengan makna “bebas dari prasangka yang dangkal” pada 1781 dan “bebas dari kefanatikan” pada 1823. Dan di pertengahan abad ke-19, kata ‘liberal’ mulai digunakan sebagai istilah yang sangat politis.Sebagai kata sifat, kata ‘liberal’ sering dipakai untuk menunjukkan sikap anti feodal, anti kemapanan, rasional, bebas merdeka, berpikiran luas lagi terbuka, dan — karena itu – dianggap hebat. Ini terkait dengan penentangan untuk tunduk kepada kewibawaan apa pun, termasuk Tuhankecuali dirinya sendiri. Maka, jika ditelusur, liberalisme di Barat sejatinya berakar dari semangat perlawanan terhadap Tuhan dan agama.Di Eropa, semangat liberalisme sudah muncul sejak masa renaissance (Prancis); berasal dari kata “rinascita” (bahasa Italia) yang artinya: kelahiran kembali. Mulanya, istilah ini dikenalkan pertama kali oleh Giorgio Vasari pada abad ke-16 untuk menggambarkan semangat kesenian Italia mulai abad ke-14 sampai ke-16. Menurut Jacob Buchard, Renaissance, bukan...

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here