Thursday, March 31, 2011

Bagaimana Liberalisme Menyusupi Dunia Arab?

Abad ke-18 bagi dunia Islam merupakan abad kejatuhan dan keterpurukan. Saat itu banyak teritori dunia Islam yang jatuh ke tangan Kolonial Eropa. Tahun 1774, di bawah perjanjian Kuchuk Kainarja, Daulah Utsmaniyyah terpaksa melepaskan beberapa teritorinya kepada Rusia. Dan keadaan menjadi parah ketika Napoleon berhasil melakukan invasi militer ke Mesir pada tahun 1798. Menjelang abad 20, banyak dunia Islam yang sudah berada di bawah kontrol negara asing alias dijajah.

Peristiwa ini telah mendorong intelektual Muslim Rifa’ah Tahtawi, Jamal al-Din al-Afghani, Muhammad ‘Abduh, di Timur Tengah; Syed Ahmad Khan dan Syed Amir Ali di Benua India, melakukan pembenahan. Mereka ini lalu disusul oleh generasi baru yang dinilai orang dengan berbagai sebutan, seperti pembaharuan (tajdid), modernisasi, sekularisasi, dan bahkan liberalisasi. Albert Hourani, misalnya, menyebut rentang waktu 1798-1939 sebagai Abad Kebebasan (Liberal Age) dalam Islam.

Namun, masalahnya apakah gerakan ini dapat disebut gerakan tajdid yakni pembaharuan pemikiran seperti dalam tradisi intelektual Islam atau liberalisasi seperti yang terjadi di Barat, hal ini memerlukan penjelasan. Namun, dari peristiwa politik ini respons yang muncul justru berbalik mengkritik tradisi Islam.

Memang tak lama setelah peristiwa tersebut, ‘Azm pun mulai menulis beberapa artikel dan buku yang mengkritik tradisi intelektual Islam. Ia menulis, misalnya al-Naqd al-Dhati Ba’da al-Hazimah dan Naqd al-Fikr al-Dini, yang kedua ini dianggap sangat kontroversial. Dalam buku ini dia mempertanyakan cerita Alquran tentang kejadian nabi Adam (AS) serta perintah Allah terhadap Iblis untuk sujud patuh pada nabi Adam apakah hanya sekadar sebuah mitos atau kejadian yang sebenarnya.

Dia juga mempersoalkan keimanan umat Islam pada Jin dan Malaikat sebagai berdasarkan mitologi Tuhan Yunani. Karena menurutnya kisah yang disebutkan di atas itu tidak bisa dibuktikan secara saintifik. Karena isi buku ini, penulisnya dihadapkan ke pengadilan, dan bukunya dilarang beredar.

‘Azm ternyata tidak sendiri. Hasan Hanafi, misalnya, tampil dengan al-Turth wa al-Tajd d, Tayyib Tizini dengan gagasan Min al-Turath ila al-Thawrah, dan Husayn Muruwwah dengan al-Naz'ah alddiyah fi al-Falsafah al-Isl miyyah. Mohammad Arkoun mengambil inisiatif untuk membangun Proyek Kritik Nalar Islam (Naqd al-`Aql al-Islam) sementara Mohammad `Abid al-Jabiri melakukan Kritik Nalar Arab (Naqd al-`Aql al-`Arabi).

Kritik para intelektual Arab di atas menurut Abu Rabi' dilakukan dari latar belakang ideologis, meskipun terdapat pula dari latar belakang tradisi keilmuan Islam. (Ibrahim Abu Rabi', Contemporary Arab Thought, 10). Karena nuansa kritis terhadap tradisi intelektual Islam begitu menonjol, maka Fadi Isma`il menyimpulkan bahwa dunia intelektual Arab memasuki periode baru yang ia sebut "a stage of epistemic critique."( F di Ism'l, al-Khit b al-`Arabi al-Mu' sir, 28).

Di sini proyeknya bukan lagi kritik tapi malah menjadi penilaian total atas warisan pemikiran Islam, tak terkecuali bangunan Islam itu sendiri. Pemikiran liberal yang berkembang hari ini, menurut sementara orang merupakan lanjutan dari gerakan pembaharuan yang dibangun Afghani, Abduh, dan muridmuridnya. Tapi sebenarnya tidak demikian.

Seperti dikemukan oleh Nissim Rejwan, Pembaharuan Afghani dan Abduh tidak bertujuan melakukan "penilaian intelektual yang radikal terhadap Islam atau berusaha melakukan revisi terhadap ajaran-ajaran pokoknya."(radical intellectual reexamination of Islam or sought at a revision of its basic precepts." (Arabs Face the Modern World, 3). Yang benar, pemikiran pembaharuan para intelektual Arab di atas mengikuti jejak intelektual Arab sesudah Afghani-Abduh, seperti Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Hasan Hanafi, Abid al-Jabiri dsb.

Perbedaannya begitu jelas. Arkoun dan Nasr Hamid, misalnya mengutak-atik konsep wahyu, Alquran, iman, Islam dan sebagainya. Hasan Hanafi mengajak umat ini agar membersihkan bahasa mereka dari kosa kata-kosa kata seperti Allah, surga, neraka, akhirat, hisab, siksa, sirat, timbangan (mizan)," karena "akal manusia tidak bisa berinteraksi dengan kata-kata tersebut tanpa melalu pemahaman, penafsiran, dan ta'wil," (Louy Safi, "al-`Aql wa al-Tajdid," dalam Qadaya al-Tanwir wa alNahdah, 57). Padahal kata-kata tersebut adalah kata kunci dalam membentuk pandangan hidup Islam (Islamic world-view).

Selain itu Abdullah Ahmad an-Na'im, pemikir asal Sudan tampil mempersoalkan qa'idah fiqh klasik "la ijtihada fi mawrid al-nass (tidak dibenarkan ijtihad ketika ada nass Alquran). Karena jika aksioma ini tidak diruntuhkan, menurut dia, kita tidak akan bisa melakukan pembaharuan terhadap hukum-hukum bermasalah seperti hukum yang terkait dengan hajat publik seperti hukum hudud, qisas, dst. Karena hukum ini sudah ditetapkan oleh nas-nas qat'i dalam Alquran. (Abdullah Ahmad anNa'im, Toward an Islamic Reformation, 49-50).

Di samping itu kaum liberal juga mempertanyakan hukum Islam yang selalu berorientasi teks (Alquran dan Sunnah). Bagi Jabiri, hal ini disebabkan begitu dominannya metode qiyasi yang dibangun oleh Imam Syafi'i yang selalu mengedepankan teks ketimbang pertimbangan yang lain. Bahkan Imam Syafi'i dikritik karena dianggap bertanggung jawab membekukan pemikiran Islam dengan metode usul fiqhnya. Nampaknya mereka menginginkan agar umat Islam menggunakan akalnya dan membebaskan diri mereka dari teks. Dan juga agar umat Islam mendekonstruksi basis epistemologi Islam.

Padahal baik Afghani maupun Abduh tidak pernah mempersoalkan masalah-masalah keilmuan Islam. Meski keduanya kerap mengkritik ulama silam, namun mereka tidak pernah mempersoalkan bangunan epistemologi dan metodologi mereka. Sementara pemikir Arab yang diantaranya disebutkan diatas justru merombak dan membongkar dasar-dasar epistemologi Islam, khususnya untuk hukum Islam.
Mereka itulah diantara sumber pemikiran liberal di Indonesia dan mereka itulah pemikir liberal di dunia Arab.


View the original article here

Juwairiyah binti Al Harits, Perempuan Pembawa Berkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Parasnya begitu cantik, luas ilmunya dan mulia akhlaknya. Begitulah sejarah Islam melukiskan Juwairiyah binti Al-Harits. Sejatinya, ia bernama Barrah. Wanita itu berasal dari Bani Musthaliq yang menyembah berhala. Ayahnya, Al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang gemar menyembah patung dan sangat memusuhi Islam.

Burrah sempat menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi' bin Shafwan. Ayahnya berencana untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah. Bani Musthaliq sangat bernafsu untuk mengalahkan pasukan tentara Islam dan mengambil alih kekuasaan di antara suku-suku Arab. Rencana itupun sampai ke telinga Rasulullah SAW.

Untuk memastikan kabar itu, Nabi SAW lalu menugaskan Buraidah bin Al-Hushaid untuk memastikan kebenaran informasi itu. Ternyata, rencana penyerangan yang akan dilakukan Bani Musthaliq itu tak sekedar isu melainkan kenyataan. Rasulullah pun menyusun kekuatan dan menyerang terlebih dahulu.

Pertempuran tentara Islam melawan kaum kafir dari Bani Musthaliq itu dikenal sebagai perang Perang Muraisi' dan terjadi pada bulan Sya'ban tahun kelima Hijrah. Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan. Pemimpin bani Musthaliq, Al-Harits melarikan diri dari medan peperangan dan suami Barrah tewas terbunuh.

Seluruh penduduk yang selamat, termasuk Barrah menjadi tawanan. Sebagai seorang terpelajar, mengetahui dirinya menjadi tawanan, Barrah mengajukan tawaran untuk membebaskan diri. Ia lalu mencoba bernegosiasi dan meminta bertemu dengan Nabi SAW. Upayanya membuahkan hasil.

"Rasulullah, aku Barrah, putri dari Al Harits. Ayahku adalah pemimpin kaumku. Sekarang aku ditimpa kemalangan dengan menjadi tawanan perang dan jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik, tidak pernah berlaku buruk padaku. Namun ketika kukatakan aku ingin mene bus diri, ia membebaniku dengan sembilan keping emas. Maka kupikir lebih baik minta perlindungan padamu. Tolong, bebaskan aku!" ujarnya.

Nabi SAW berpikir sejenak. Lalu Rasulullah SAW balik bertanya, "Maukah engkau yang lebih baik dari itu?" Seketika Barrah tercengang dan balik bertanya, "Apakah gerangan itu, wahai Rasulullah? Lalu Nabi SAW berkata, "Aku tebus dirimu, lalu kunikahi engkau." Mendengar jawaban Nabi SAW, wajah Barrah pun berubah berseri-seri. "Baiklah, wahai Rasulul lah," tutur Burdah. Lalu Rasulullah SAW menikahi nya dan nama Barrahpun diganti menjadi Juwai riyah.

Seperti diriwayatkan Aisyah RA, kabar perni kahan Rasulullah dan Juwairiyah menyebar cepat di kalang an kaum Muslimin. Secara tak terduga, pernikahan itu menjadi berkah bagi kaum Bani Musthaliq yang tertawan dan menjadi budak. Para sahabat membebaskan semua tawanan yang masih memiliki hu bungan kekerabatan dengan Juwairiyah.


View the original article here

Wednesday, March 30, 2011

Kisah Tenggelamnya Firaun di Laut Merah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Laut Merah boleh dikatakan laut yang istimewa. Mengapa? Bukan hanya karena warnanya yang pada waktu-waktu tertentu terlihat merah jika dipandang dari atas, tapi juga karena lautan yang memisahkan benua Asia dan Afrika ini menyimpan kisah tentang kebesaran Allah SWT. Saat Nabi Musa AS dan Bani Israil diburu penguasa Mesir, laut tersebut membelah dan menenggelamkan Firaun berikut pasukannya.

Jamaah haji asal Indonesia yang datang ke Tanah Suci bisa menyaksikan Laut Merah melalui jendela pesawat sesaat sebelum pesawat yang ditumpanginya mendarat di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Hal ini karena Kota Jeddah memang berada di tepi Laut Merah sisi timur.

Secara geografis, Laut Merah merupakan perairan teluk yang berhubungan langsung dengan Laut Arab di sisi selatan. Negara-negara yang memiliki wilayah perairan di sepanjang Laut Merah, antara lain Arab Saudi, Mesir, Sudan, Eritrea, dan Etiopia, atau yang biasa disebut negara-negara Maghribi. Sedangkan, di sisi utara terdapat kanal bernama Suez yang menghubungkan Laut Merah dan Laut Mediterania.

Lebar lautan yang menjadi pembatas wilayah benua Asia dan Afrika ini di lokasi terjauh mencapai jarak 300 km. Sedangkan, panjang satu sisi pesisir Laut Merah mencapai sekitar 1.900 km. Sementara kedalaman lautnya di tempat yang terdalam mencapai 2.500 meter.

Kisah Nabi Musa membelah Laut Merah tersebut diperkirakan terjadi sekitar 3.500 tahun silam. Dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 50 disebutkan, "Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan." Sejarah ini diperkuat dengan ditemukannya bangkai kereta kuda dan tulang-belulang manusia di Laut Merah yang diduga merupakan pasukan dan pengawal Firaun.

Berdasarkan penelitian ilmiah, lokasi penyeberangan Nabi Musa AS diperkirakan berada di wilayah Nuwaiba, Semenanjung Sinai, Mesir. Kedalaman maksimum perairan di kawasan ini sekitar 800 meter ke arah Mesir dan 900 meter ke arah Arab. Sedangkan, jarak Nuwaiba di sisi timur Laut Merah hingga Semenanjung Arab di sisi barat sekitar 1800 meter. Lebar lintasan saat Nabi Musa menyeberangi Laut Merah diperkirakan mencapai 900 meter.

Berdasarkan data tersebut, bisa dibayangkan berapa besar energi yang dibutuhkan untuk menyibakkan air laut hingga memiliki lebar lintasan 900 meter dengan jarak 1800 meter. Apalagi waktu tersibaknya Laut Merah cukup lama karena Bani Israil yang menyertai Nabi Musa AS menyeberangi Laut Merah mencapai 600.000 orang.

Menurut perhitungan fisika, jika penyibakan Laut Merah tersebut berlangsung empat jam saja, maka dibutuhkan tekanan (gaya per satuan luas) sebesar 2,8 juta newton per meter persegi. Jika dikaitkan dengan kecepatan angin, akan melebihi kecepatan angin pada saat terjadi badai angin kencang. Mengacu pada perhitungan yang dilakukan seorang pakar dari Rusia bernama Volzinger, diperlukan embusan angin dengan kecepatan konstan 30 meter/detik atau 108 km/jam sepanjang malam untuk menyibakkan air sedalam 800 meter.

Terkait dengan fenomena ini, peneliti Amerika Serikat mengakui bahwa fenomena Laut Merah terbelah ini memang sangat mungkin terjadi. Dari hasil simulasi komputer yang mempelajari bagaimana angin mempengaruhi air, diperlihatkan bahwa angin mampu mendorong air sehingga menyibakan daratan dasar laut.

Pusat Riset Atmosfir Nasional (NCAR) dan Universitas Colorado AS menyebutkan, terbelahnya air (laut) dapat dipahami melalui teori mekanika fluida. Angin menggerakkan air dengan cara yang sesuai dengan hukum-hukum fisika, yakni menciptakan lorong bagi perjalanan yang aman dengan air pada kedua sisinya. Dan, itu memungkinan air untuk tiba-tiba menutup kembali.

Untuk itu, para peneliti tersebut juga mempelajari bagaimana badai topan di Samudera Pasifik dapat menggerakkan dan mempengaruhi air samudra yang dalam. Mereka menunjuk satu situs di selatan Laut Mediterania sebagai tempat penyeberangan dengan model tanah yang memungkinkan terjadinya air laut membelah.

Model ini memerlukan formasi berbentuk huruf U dari Sungai Nil dan laguna dangkal di sepanjang garis pantai. Hal ini menunjukkan bahwa angin dengan kecepatan 63 mil per jam yang berembus selama 12 jam bisa mendorong air hingga kedalaman 6 kaki (2 meter). Ini menjadi jembatan tanah sepanjang 3-4 kilometer (2 sampai 2,5 mil) dan luas 5 kilometer (3 mil) hingga tetap terbuka selama 4 jam.

Berdasarkan hasil riset tersebut, maka bisa disimpulkan bahwa laut memang bisa saja membelah memperlihatkan dasar lautnya. Namun soal kebenaran bahwa laut membelah dengan bantuan angin, jawabnya adalah Wallahu Alam.

Kini, di pantai Laut Merah wilayah Jeddah, Arab Saudi, setiap Kamis dan Jumat malam sering dipenuhi wisatawan untuk berpiknik sambil pesta barbeque atau sekadar duduk-duduk bercengkerama. Tidak mengherankan bila di sepanjang pantai juga berderet restoran yang menyajikan aneka masakan dan taman bermain untuk anak-anak.


View the original article here

Tuesday, March 29, 2011

Geliat Industri Kimia dalam Perjalanan Sejarah Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kemajuan di bidang kimia tak terhenti pada konsep dan kajian. Namun, ilmuwan Muslim membuat tero bosan penting hingga lahirlah industri. Berbagai produk yang bermula dari inovasi dalam ranah ini bertebaran di kota-kota Islam. Tak hanya memberi manfaat fungsional, tetapi juga mendorong kemajuan ekonomi.

Sejak awal, ilmuwan Muslim berkomitmen mengembangkan kimia. Mereka melakukan kajian dan menuliskannya dalam serangkaian karya. Sejumlah risalah, misalnya yang ditulis oleh ahli kimia terkemuka, Jabir ibnu Hayyan, menggambarkan bagaimana menghasilkan zat kimia tertentu, yang menjadi bahan baku industri secara rinci.

Jabir, ungkap Ehsan Masood melalui karya Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern, berhasil menemukan proses kimiawi, seperti reduksi, sublimasi, dan penyulingan. Dia menciptakan bahan alembik, tabung penelitian sederhana untuk memanaskan cairan.

Alembik bisa mengubah anggur menjadi alkohol. Namun, di tangan ilmuwan Muslim, alkohol tidak dialihkan sebagai bahan minuman keras. Sebaliknya, pembuatan bahan alkohol menjadi proses kunci untuk sejumlah industri kimia yang berkembang di peradaban Islam.

Termasuk produksi parfum, tinta dan bahan celup, obat-obatan ataupun bahan kimia tertentu. Jabir juga menemukan jenis asam, antara lain asam sulfat, asam hidrokolat, dan asam nitrat, yang bisa melarutkan logam serta banyak dipakai di industri kerajinan logam dan lainnya.

Berbagai penguasaan teknik kimiawi dari sarjana Muslim menumbuhkan semangat para industriawan. Peradaban Islam lantas memunculkan sederet industri penting, seperti industri farmasi, tekstil, perminyakan, kesehatan, makanan dan minuman, perhiasan, hingga militer.

Selain itu, ada juga industri baja, pembuatan kertas, pembuatan keramik, kerajinan tanah liat, pembuatan gelas dan kaca, pertanian, ekstraksi mineral, industri logam, dan produk kimia lainnya. Umat Islam pun telah memiliki pabrik kaca skala besar di beberapa kota di Timur Tengah.

Sentra-sentra industri kaca bermunculan di banyak tempat dan masing-masing punya ciri khas dalam hal bentuk dan desain. Menurut Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History, produk umat Islam mencerminkan karakter unik dari masing-masing pusat pembuatannya.

Sammara, Irak, pada abad ke-9 mejadi salah satu sentra industri produk tersebut. Selain itu, ada pula di Mosul, Najat, serta Baghdad. Sedangkan, di Suriah, Kota Damaskus merupakan sentra produksi yang terkenal meskipun di kota lainnya juga ada, seperti di Aleppo, Raqqa, Armanaz, Tyre, Sidon, Acre,dan Rasafa.

Al Hassan mengungkapkan, produk yang dibuat di Suriah sangat populer sepanjang peradaban Islam hingga berkembangnya industri yang sama di Venesia, Italia, pada abad ke13. Orang-orang Barat mengetahui teknik pembuatan produk tersebut pada abad ke-13 hingga ke-17, lalu mereka mengembangkan industri di Eropa.

Di Indishapur, penelitian kimia mengantarkan umat Muslim pada pencapaian teknologi pemurnian gula. Selanjutnya, inovasi teknik ini dipergunakan pada industri gula di Khuzistan. Lalu, menyebar ke seluruh negeri Islam hingga Spanyol. Penemuan penting lain pada era keemasan adalah sabun.

Sentra industri sabun berada di Kufah, Basrah, dan Nablus di Palestina. Kemajuan industri ini dicatat ahli geografi, al-Maqdisi. Dalam risalahnya Ahsan al-Taqasim fi Ma`rifat al-Aqalim, ia menyatakan bahwa Kota Nablus sudah terkenal sebagai sentra produksi sabun pada abad ke-10 dan sebagian hasilnya diekspor ke negara-negara Islam.

Hadirnya produk sabun turut men dorong berkembangnya gaya hidup sehat dan bersih di kalangan masyarakat Muslim sejak abad ke-7. Bahan utama pembuatan sabun, ungkap al-Hassan, adalah minyak sayuran, misalnya minyak zaitun serta minyak aroma.Tokoh penting di balik penemuan formula pembuatan sabun adalah al-Razi, kimiawan asal Persia.

Ketika itu, sabun yang diproduksi umat Muslim sudah berbentuk sabun cair dan padat serta menggunakan bahan pewangi dan pewarna. Dokter Muslim asal Andalusia, Abu al-Qasim al-Zahrawi (936-1013), juga menulis resep pembuatan sabun di dunia Islam. Selain itu, fondasi industri parfum ditopang oleh teknik dan rekayasa kimia.

Pembuatan parfum

Dua ahli kimia, yakni Jabir ibnu Hayyan dan al Kindi, melalui berbagai penemuan dalam proses kimia sanggup menghasilkan formula luar biasa yang bermanfaat bagi pembuatan parfum dengan aneka jenisnya. Sejumlah ahli lainnya juga menaruh perhatian besar terhadap teknik pembuatan parfum. Tak kurang dari sembilan risalah teknis bagi produksi parfum sudah dihasilkan, seperti disampaikan al Ishbilli, kimiawan Muslim berpengaruh pada abad ke-12.

Namun, harus diakui, pengembangan industri parfum di dunia Islam mencapai tahapan mengagumkan berkat kontribusi Ibnu Hayyan. Dia dijuluki Bapak Kimia Modern. Tak tanggung-tanggung, tokoh ini melahirkan beberapa metode penting, seperti penyulingan, penguapan, dan penyaringan, yang sangat efektif untuk mengambil aroma wewangian dari tumbuhan dan bunga dalam bentuk minyak.

Intinya, umat Islam menorehkan prestasi tinggi. Terutama, dengan dikembangkannya teknik dan proses ekstraksi wewangian melalui teknologi distilasi uap. Pencapaian ini sangat berpengaruh pada kemajuan industri parfum masa berikutnya. Bahan ramuan parfum temuan ahli kimia Muslim banyak diikuti oleh kalangan industri parfum di dunia Barat.

Demikian halnya industri mesiu mengalami pencapaian signifikan sejak abad ke-7. Seorang ahli kimia bernama Khalid bin Yazid memperkenalkan bahan potasium nitrat yang menjadi bahan utama pembuatan mesiu. Karya Ibnu Hayyan dan alRazi juga menyinggung soal potasium nitrat.


View the original article here

Cara Mudah Menentukan Arah Kiblat

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Penentuan arah kiblat adalah pengetahuan paling dasar yang diberikan pada kuliah ilmu falak. Pemahaman tentang bumi yang berbentu bola dan penentuan arah di permukaan bumi dengan menggunakan segitiga bola selalu diaplikasikan pada penentuan arah kiblat. Ilmu falak sebagai bagian astronomi termasuk ilmu tertua yang dikembangkan para ilmuwan Muslim dahulu awalnya untuk keperluan ibadah. Penentuan arah dan waktu menjadi perhatian ilmu falak, karenanya sangat berperan dalam memahami dalil syar’i terkait dengan arah dan waktu.

Awalnya cara menghitung arah kiblat dianggap rumit, karenanya hanya ahli falak yang dapat melakukannya. Tetapi kini, dengan berkembangkan komputer dan bahasa pemrograman, hitungan tersebut mudah dibuat dalam bentuk program aplikasi sehingga setiap orang dapat menghitung arah kiblat. Tinggal diajarkan cara menentukan arah sekian derajat itu menggunakan kompas atau bayangan matahari. Adanya GPS untuk menentukan koordinat tempat dan berfungsi pula sebagai kompas makin memberikan kemudahan.

Ahli falak memberikan alternatif lain yang paling mudah. Kalau di Masjidil Haram ada menara sangat tinggi dengan lampu sangat terang di puncaknya sehingga semua orang di banyak negara bisa melihatnya, maka kita akan sangat mudah menentukan arah kiblat. Cukup dengan melihat lampu di atas Masjidil Haram itu. Nah, ahli falak mengetahui ada lampu alami yang sangat terang yang pada saat-saat tertentu tepat berada di atas MAkkah, sekitar Masjidil Haram. Itulah matahari.

Pada sekitar tanggal 28 Mei dan sekitar 15/16 Juli tiap tahunnya pada saat tengah hari di Mekkah, matahari tepat berada di atas kepala. Pada saat itulah orang di Makkah tidak melihat bayangan mereka sendiri karena matahari tegak lurus di atas mereka. Tetapi di tempat lain di dunia yang bisa melihat matahari itu, ada bayangan benda yang bisa dijadikan pemandu arah kiblat.

Saat itulah seolah kita sedang melihat lampu sangat terang di atas Masjidil Haram dan garis bayangan kita menjadi petunjuk arah Masjidil Haram. Maka, berdasarkan dalil syar’i, hadapkanlah wajah kita saat shalat ke arah itu. Itulah arah kiblat. Sangat-sangat mudah. Tinggal lihat matahari dan bayangan sekitar pukul 16.18 WIB (28 Mei) atau 16.27 WIB (15/16 Juli).

Kalau kita ingin melaksanakan dalil syar'i QS 2:144, itulah saat yang paling tepat. Tak perlu rumus perhitungan segitiga bola. Tak perlu komputer. Tak perlu kompas. Cukup melihat matahari, kita saat itu menghadap ke arah Masjidil Haram. Kalau pun pada hari tersebut terganggu awan, plus minus 2 hari dari tanggal tersebut dan plus minus 5 menit dari waktu tersebut masih cukup akurat untuk menentukan arah kiblat karena perubahan posisi matahari relatif lambat.

Dengan berkembangnya teknologi satelit dan internet, maka kita sekarang bisa menentukan arah kiblat langsung dengan melihat citra satelit di lokasi yang kita kehendaki. Situs www.qiblalocator.com memberikan tanda garis merah yang mengarah ke arah ka’bah di Masjidil Haram. Kalau kita menggunakan laptop, cukup bentangkan layar laptop sesuah arah bangunan atau jalan di sekitar kita yang terekam pada citra satelit. Arah yang ditentukan dengan qiblalocator telah dibuktikan sama dengan hasil perhitungan menggunakan segitiga bola atau dengan bayangan matahari pada saat istimewa tersebut di atas.

Ketika implementasi dalil syar’i QS 2:144 dapat dilaksanakan secara tepat dan mudah dengan bantuan sains (ilmu falak) dan teknologi, haruskah kita mundur ke belakang sekadar ”menghadap ke arah barat”? Mestinya tidak, kecuali dalam kondisi kita tidak bisa menentukannya secara tepat. Masyarakat kita semakin cerdas. ”Arah Barat” dalam bahasa fisis-teknis mudah diartikan sekitar titik matahari terbenam, sekitar azimut 270 derajat. Kalau benar fatwa ”menghadap barat” itu dilaksanakan, berarti fatwa menuntun orang untuk menghadap ke arah Afrika. Dengan pengetahuan geografi sederhana pun, orang mudah melihat arah Barat Indonesia mengarah ke Afrika. Bukankah itu justru mengingkari QS 2:144 yang memerintahkan menghadap ke arah Masjidil Haram di Mekkah?

Mengarah ke titik Ka’bah atau Masjidil Haram kini bukan lagi masalah dengan bantuan ilmu falak dan teknologi. Apakah kalau menghadap ke titik Ka’bah berarti shaf kita melengkung? Ibarat kita membuat lingkaran, di dekat titik pusatnya garis lingkaran tersebut sangat melengkung. Itulah yang terjadi pada garis shaf di dalam lingkungan Masjidil Haram. Semakin jauh dari titik pusat lingkaran, garis lingkaran tampak semakin lurus, nyaris tidak dikenali lagi bentuk lengkungnya. Demikianlah garis shaf di tempat-tempat yang jauh dari Mekkah.

Kita sering terbawa pada kerumitan matematis (yang sebenarnya tidak perlu) ketika menginginkan akurasi tinggi dalam penentuan arah kiblat. Kesalahan satu derajat di Indonesia (yang berjarak sekitar 8000 km untuk Jawa Barat) bisa menyebabkan penyimpangan besar di Mekkah (sekitar 140 km pada jarak tersebut). Hal serupa bisa kita balikkan. Kalau di Indonesia ada shaf sangat panjang sepanjang 140 km (sekitar jarak Jakarta-Bandung), untuk menghadap ke titik ka’bah arahnya akan sama dengan deretan orang memanjang ke belakang sampai jarak 40 meter dari ka’bah, dengan sudut hanya sekitar 1 derajat. Jadi jangan membayangkan bila menghadap ke titik Ka’bah atau masjidil haram seolah garis shaf akan melengkung.


View the original article here

Monday, March 28, 2011

Sepotong Daging, Sepotong Surga

REPUBLIKA.CO.ID, Anak itu tidak mati digorok ayahnya. Ia justru jadi seorang mulia sebagaimana sang ayah. Begitu mulia hingga nama keduanya terus disebut-sebut. Bahkan, hingga 4.000 tahun kemudian setelah lewat masa hidupnya. Mereka adalah Ismail dan Ibrahim, rasul kekasih Allah SWT. Mereka menjadi sarana Tuhan untuk mengajar manusia: sepotong daging bisa menjadi jalan ke surga.

Gambaran surga dari sepotong daging terlihat di pelataran Masjid Istiqlal, kemarin. Juga, di pelataran masjid-masjid lain di seluruh dunia. Lihatlah wajah orang-orang yang antre di sana. Harga daging jelas tidak seberapa. Di pasar, hanya sekitar Rp 55 ribu sekilo. Daging bercampur tulang pasti lebih murah.

Daging tak seberapa itu telah membuat berjuta wajah manusia berseri. Daging itu begitu berharga buat mereka. Apa imbalan terpantas bagi yang membuat berseri wajah kaum miskin, selain surga? Berkurban seperti bukan hal istimewa. Sekadar menyisihkan uang untuk membeli sapi atau kambing untuk dipotong. Dagingnya dibagikan kepada fakir miskin.

Saban tahun, setiap Idul Adha, umat Islam melakukannya. Semua tahu itu. Tak ada yang baru. Tapi, perhatikan betul fenomena pembagian daging kurban. Cermati wajah-wajah mereka--penerima daging kurban. Ada pelajaran luar biasa yang dapat dipetik dari fenomena kurban.

Setidaknya, itu yang saya rasakan pada Idul Adha kali ini. Saya tahu, di sekitar kita banyak warga miskin. Sehari-hari, saya juga selalu berinteraksi dengan orang miskin, baik itu di lingkungan rumah maupun tempat kerja. Data statistik juga menunjukkan jumlah absolut warga miskin Indonesia masih besar. Berlipat kali total penduduk Brunei tentu. Tapi, saya tak menduga, warga miskin benar-benar sangat banyak.

Besar kerumunan warga yang menerima daging kurban di Istiqlal, misalnya, sangat mencengangkan. "Di Jakarta, yang pusat kekuasaan saja, masih begitu banyak orang miskin. Apalagi di daerah," kata seorang teman. Negeri ini negeri makmur. Kekayaan alamnya berlimpah ruah. Semestinya seluruh rakyatnya relatif sejahtera. Apalagi, kita sudah 65 tahun merdeka.

Jika ternyata masih terdapat begitu banyak warga miskin--yang sepotong daging pun buat mereka sedemikian berharga--tentu ada yang keliru dalam mengelola negeri ini. Kekeliruan itu bukan salah satu-dua orang. Kekeliruan itu tentu salah banyak orang. Maka, seluruh bangsa ini perlu turun tangan untuk lebih peduli memperbaiki keadaan. Setidaknya, itulah salah satu pelajaran dari ibadah kurban.

Berkurban bukan sekadar menyembelih sapi atau kambing. Berkurban juga mencakup kerelaan sepenuh hati memberi perhatian dan membantu sesama. Ibadah kurban setahun sekali dengan menyembelih hewan merupakan sarana pengingat agar kita--setiap saat dan setiap keadaan--selalu siap berkurban untuk kebaikan bersama. Hanya orang-orang yang siap berkurban bisa menjadi benar-benar mulia. Itu yang ditunjukkan Nabi Ibrahim dan Ismail. Hanya bangsa-bangsa siap berkurban yang dapat menjadi bangsa mulia sejati.

Kerelaan berkurban pada era materialistis sekarang terasa menipis. Dalam melangkah, kita cenderung makin mengabaikan pertimbangan `apa yang terbaik bagi semua'. Kita cenderung mengedepankan `apa untung saya' walaupun kadang dengan merugikan orang lain, termasuk merugikan masyarakat luas. Sikap seperti itu sangat meluas. Bahkan, di kalangan para pejabat dan tokoh sekalipun. Wajar bila kemiskinan bukan teratasi, melainkan malah menahun.

Berkurban mengingatkan kita semua atas hal itu. Berkurban mengingatkan begitu banyak orang tak mampu. Semestinyalah kita terdorong berbuat membantu mereka sesuai kapasitas masing-masing. Apalagi bila kita berkuasa serta mampu mengarahkan kebijakan publik. Dengan semangat berkurban, semestinya seluruh bangsa bahumembahu mengatasi kemiskinan. Sebuah langkah, yang bila kita jalankan secara sungguh-sungguh, akan berhadiahkan sepotong surga. Tidakkah kita mengharap surga sebagai ujung perjalanan di dunia ini?


View the original article here

Ummu Ma'bad, Muslimah yang Mengenalkan Sifat Rasulullah SAW

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--September 622 M. Secara diam-diam, Rasulullah SAW bersama Abu Bakar RA, Amir bin Fahira dan seorang penunjuk jalan bernama Abdullah bin Uraiqith bergegas meninggalkan Makkah menuju Madinah. Duabelas tahun sudah Rasulullah menyebarkan agama Allah di kota Makkah, namun tekanan dari kafir Quraisy kian gencar.

Bahkan, kaum kafir Quraisy berniat untuk membunuh Rasulullah beserta sahabatnya yang telah masuk Islam. Guna menghindari kekejaman kafir Quraisy, Rasulullah pun kemudian hijrah ke kota Madinah. Tanpa perbekalan yang memadai, Rasulullah berangkat menuju Madinah. Sebuah perjalanan yang tak mudah dan tak juga ringan.

Seperti diuraikan dalam buku Perempuanperempuan Mulia di Sekitar Rasulullah yang ditulis Muhammad Ibrahim Salim, di tengah perjalanan menuju kota Madinah, rombongan Rasulullah lewati sebuah kemah milik seorang wanita tua bernama Ummu Ma'bad di wilayah Qudaid -antara Makkah dan Madinah. Saat itu, Ummu Ma'bad sedang duduk di dekat kemahnya. Lantaran perbekalan yang minim, rombongan Rasulullah pun singgah ke kemah Ummu Ma'bad.

Rasulullah dan sahabatnya ingin membeli daging dan kurma dari Ummu Ma'bad. Namun, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Saat itu, wilayah Qudaid sedang didera musim paceklik. Lalu Rasulullah melihat seekor kambing yang ada di dekat kemah Ummu Ma'bad.

Rasulullah pun bertanya, "Kambing betina apa ini wahai Ummu Ma'bad?", Ummu Ma'bad menjawab, "kambing betina tua yang sudah ditinggalkan oleh kambing jantan." Rasulullah kembali bertanya, "Apakah ia masih mengeluarkan air susu?" Ummu Ma'bad menjawab, "Bahkan ia tak mengandung air susu sama sekali.'' Lalu Rasulullah meminta izin, "Bolehkah aku memerah air susunya?" Ummu Ma'bad menjawab, "Jika engkau merasa bisa memerahnya, maka silahkan lakukan.'' Nabi Muhammad SAW pun mengambil kambing tersebut dan tangannya mengusap kantong susunya dengan menyebut nama Allah dan mendo'akan Ummu Ma'bad pada kambingnya tersebut.

Tiba-tiba kambing itu membuka kedua kakinya dan keluarlah air susu dengan derasnya.
Kemudian Rasulullah meminta sebuah wadah yang besar lalu beliau memerasnya sehingga penuh. Beliau memberi minum kepada Ummu Ma'bad hingga ia puas, lalu beliau memberi minum rombongannya hingga mereka pun puas.

Setelah itu beliau pun minum. Beliau kemudian memerah susu untuk kedua kalinya hingga wadah tersebut kembali penuh, lalu susu itu ditinggalkan di tempat Ummu Ma'bad dan beliau pun membai'atnya. Setelah itu rombongan pun berlalu.

Tak lama, datanglah suami Ummu Ma'bad dengan menggiring kambing yang kurus kering, berjalan sempoyongan karena lemahnya. Setelah melihat susu, ia bertanya keheranan, "Darimana air susu ini wahai Ummu Ma'bad? padahal kambing ini sudah lama tidak hamil dan kita pun tidak memiliki persediaan susu di rumah?" Ummu Ma'bad menjawab, "Demi Allah, bukan karena itu semua.

Sesungguhnya seseorang yang penuh berkah telah melewati (rumah kita), sifatnya begini dan begitu." Abu Ma'bad berkata, "Ceritakanlah kepadaku tentangnya wahai Ummu Ma'bad."

Ummu Ma'bad bertutur: "Aku melihat seorang yang tawadhu (rendah hati). Wajahnya bersinar berkilauan, baik budi pekertinya, dengan badannya yang tegap, indah dengan bentuk kepala yang pas sesuai bentuk tubuhnya.'' Ia adalah seorang yang berwajah sangat tam pan. Matanya elok, hitam dan lebar, dengan alis dan bulu mata lebat nan halus. Suaranya bergema indah berwibawa, panjang lehernya idea, jenggot nya tumbuh tebal dan sangat kontras lagi sesuai warna rambutnya; rapi, rata pinggir-pinggirnya a (dengan jambangnya) dan antara rambut dan jenggotnya bersambung rapi.

Jika ia diam, nampaklah kewibawaannya. Jika ia berbicara nampaklah kehebatannya. Jika dilihat dari kejauhan, ia adalah orang yang paling bagus dan berwibawa. Jika dilihat dari dekat, ia adalah orang yang paling tampan, bicaranya gamblang, jelas, tidak banyak dan tidak pula sedikit. Nada bicaranya seperti untaian mutiara yang bergu guran.

Beliau berperawakan sedang, tidak tinggi dan tidak pula pendek. Ia bagaikan sebuah dahan di antara dua dahan. Diantara ketiga orang itu, penampilannya paling bagus dan kedudukannya paling tinggi. Ia memiliki banyak teman yang me ngelilinginya. Jika ia berbicara, maka yang lain pun mendengarkannya. Jika ia memerintah, maka mereka segera melaksanakannya. Ia adalah orang yang ditaati, tidak cemberut dan bicaranya tidak sembarangan.

Abu Ma'bad berkata, "Demi Allah, ia adalah seorang dari Quraisy yang sedang diperbin cangkan di kalangan kami di kota Makkah. Aku ingin menjadi sahabatnya. Sungguh aku akan melakukannya jika aku bisa menemukan jalan untuk mendapatkannya." Sungguh terperinci sifat sifat Rasulullah yang dituturkan Ummu Ma'bad. Kisah Ummu Ma'bad sangat masyhur, diriwayatkan dari banyak jalan yang saling menguatkan satu dengan lainnya.


View the original article here

Bagaimana Sastra dan Musik Mewarnai Sejarah Islam?

Seni telah lama berkembang. Bidang ini juga menjadi bagian dalam perkembangan peradaban Islam. Salah satunya adalah penulisan sastra. Banyak sastrawan bermunculan dengan berbagai karya mereka. Di sisi lain, seni musik pun mendapatkan ruang dan para musisi diberi kesempatan untuk mengembangkan potensinya.

Sastra mulai berkembang saat pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Puncaknya, termasuk dalam perdagangan, terjadi pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al Rasyid dan putranya, Al Ma’mun. Para sastrawan masa itu banyak melahirkan karya besar. Bahkan, mereka juga memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sastra pada masa pencerahan di Eropa.

Philip K Hitti dalam bukunya History of The Arabs mengatakan, pada masa itu sastra mulai dikembangkan oleh Abu Uthman Umar bin Bahr Al Jahiz. Ia mendapatkan julukan sebagai guru sastrawan Baghdad. Al Jahiz dikenal dengan karyanya yang berjudul Kitab Al Hayawan atau Kitab Hewan. Ini merupakan sebuah antologi anekdot binatang, perpaduan rasa ingin tahu antara fakta dan fiksi. Ia pun menulis karya lain, Kitab Al Bukhala, yang merupakan kajian tentang karakter manusia.

Perkembangan sastra ini kemudian terus berlanjut hingga mencapai masa puncaknya pada sekitar abad ke-10.
Bermunculan nama-nama sastrawan yang memiliki pengaruh besar, yaitu Badi Al Zaman Al Hamadhani, Al Tsa'alibi dari Naisabur, dan Al Hariri. Al Hamadhani dikenal sebagai pencipta maqamat, sejenis anekdot yang isinya dikesampingkan oleh penulisnya untuk mengedepankan kemampuan puitisnya. Namun, dari sekitar 400 yang ditulisnya, hanya ada 52 yang masih bisa ditelusuri jejaknya.

Seorang sastrawan lainnya, Al Hariri, lebih jauh mengembangkan maqamat. Ia menjadikan karya-karya Al Hamadhani sebagai model. Melalui maqamat ini, baik Al Hamadhani dan Al Hariri, menyajikan anekdot sebagai alat untuk menyamarkan kritik-kritik sosial terhadap kondisi yang ada di tengah masyarakat.

Menurut Philip K Hitti, sebelum maqamat berkembang, ada sastrawan yang merupakan keturunan langsung Marwan, khalifah terakhir Dinasti Abbasiyah. Sastrawan itu bernama Abu Al Faraj Al Ishbahani. Ia lebih dikenal dengan panggilan Al Ishfahani. Abu Al Faraj tinggal di Aleppo, Suriah, untuk menyelesaikan karya besarnya, Kitab Al Aghni. Ini merupakan sebuah warisan puisi dan sastra yang berharga. Buku ini juga dianggap sebagai sumber utama untuk mengkaji peradaban Islam.

Sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun, menyebut karya Abu Al Faraj sebagai catatan resmi bangsa Arab. Bahkan, saking berharganya karya itu, sejumlah figur ternama dalam pemerintahan, seperti Al Hakam dari Andalusia, mengirimkan seribu keping emas kepada Abu Al Faraj sebagai hadiah. Sebelum pertengahan abad ke-10, draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) disusun di Irak. Acuan utama penulisan draf ini dipersiapkan oleh Al Jahsyiyari.

Awalnya, ini merupakan karya Persia klasik, Hazar Afsana. Karya itu berisi beberapa kisah yang berasal dari India. Lalu, Al Jahsyiyari menambahkan kisah-kisah lain dari penutur lokal. Sastrawan lain yang kemudian muncul pada masa Abbasiyah adalah Abu Al Tayyib Ahmad Al Mutanabbi. Banyak kalangan menganggap bahwa ia merupakan sastrawan terbesar.

Abu al-’Ala al-Ma’arri yang hidup antara 973 hingga 1057 Masehi merupakan sosok lainnya. Ia menjadi salah satu rujukan para sarjana Barat. Puisi-puisi yang ia ciptakan menunjukkan adanya perasaan pesimis dan skeptisme pada zaman ia hidup. Perkembangan sastra ini juga memberikan pengaruh kepada Spanyol.

Dalam konteks ini, tak ada penulis Barat yang mengungkapkan ketertarikan Eropa terhadap sastra Arab dalam bentuk yang lebih dramatis dan puitis dibandingkan penyair asal Inggris William Shakespeare. Hal menarik yang diciptakan Shakespeare adalah Pangeran Maroko yang merupakan salah satu tokoh agung dalam The Merchant of Venice. Pangeran Maroko dibuat dengan meniru Sultan Ahmed al-Mansur yang agung yang menunjukkan martabat kerajaan.

Pada masa pemerintahan Islam, musik juga mengalami perkembangan. Para penguasa pemerintahan Islam di Baghdad bahkan pergi ke Kordoba untuk memberikan dukungan kepada musisi dan perkembangan musik di sana. Alat musik pun banyak bermunculan. Bahkan, berkembang di luar wilayah Islam.

Misalnya oud, yang berbentuk setengah buah pir, berisi 12 string. Di Italia, oud menjadi il luto. Di Jerman, alat musik menjadi laute. Di Prancis, alat ini menjadi le luth. Di Inggris, ini menjadi lute. Rebab, yang merupakan salah satu bentuk dasar biola, menyebar dari Spanyol ke Eropa dengan nama rebec.

Rebana merupakan instrumen musik Arab yang juga diadaptasi oleh dunia Barat. Rebana terbuat dari kayu dan per kamen. Hingga saat ini, rebana masih digunakan di berbagai belahan dunia saat bermusik. Perkembangan musik dan alat musik ini ditopang pula oleh kegiatan yang biasanya diselenggarakan di istana.


View the original article here

Sunday, March 27, 2011

Gerakan Zionis, Bagaimana Asal Muasalnya? (2)

Gerakan Zionis, Bagaimana Asal Muasalnya? (2)
Arthur John Balfour, mantan perdana menteri Inggris yang juga berperan penting bagi gerakan Zionis.

Seiring munculnya gejolak perlawanan di Palestina, Inggris memutuskan menjauh dari zionisme. Mereka juga melihat lahan yang tersedia tak lagi mencukupi bagi kedatangan kaum Yahudi. Inggris juga menilai telah memenuhi janji pada Deklarasi Balfour. Adolf Hitler menjadi Kanselir Jerman pada 1933 meningkatkan imigrasi kaum Yahudi Jerman ke Palestina. Aksi ini mengundang perlawanan bangsa Arab, namun ditumpas Inggris.

Tapi, kepentingan atas minyak dunia Arab juga membuat Inggris berpikir ulang mengenai zionisme. Pada 1939, Inggris mengeluarkan 'buku putih' yang menyebutkan kebijakan Inggris bukanlah menjadikan Palestina sebagai negara kaum Yahudi. Langkah ini mengundang reaksi kaum zionis. Aksi teror pun mereka lakukan.

Zionis mendirikan Irgun Zvai Leumi yang bertujuan 'melancarkan kampanye teror terhadap populasi Arab'. Pada 1942, Irgun dipimpin Manachem Begin kelak menjadi perdana menteri Israel. Serangan pun mulai diarahkan kepada lambang-lambang kekuasaan Inggris di Timur Tengah. Inggris terdesak. Dukungannya pada zionisme menjadi bumerang. Sementara itu, lobi zionis terhadap Pemerintah AS semakin ditingkatkan, misalnya lewat electoral punishment, menarik dukungan mereka pada pemilu.

Kemenangan kaum zionis, tulis Ovendale, didukung mesin propaganda serta akses media. Kelebihan lainnya adalah dengan menggunakan Holocaust untuk mendulang simpati.Setelah menyerahkan mandat Palestina kepada PBB, pada 1947 Majelis Umum PBB pun melakukan voting pemecahan wilayah Palestina. Zionisme meraih kemenangan lewat Resolusi 181 yang dikenal dengan Partition Plan. Tanah Palestina terbagi tiga: wilayah Arab, wilayah Yahudi, dan Yerusalem yang berstatus di bawah pengawasan internasional.

Partition Plan mendorong kaum zionis untuk mendeklarasikan berdirinya negara Israel, 14 Mei 1948. Pada 1949, pengungsi Palestina yang terusir nyaris mencapai satu juta jiwa. Bagi bangsa Arab, Palestina adalah tanah air mereka. Hingga kini, kedudukan Palestina-Israel tak setara. Palestina hingga kini tetap tidak diakui sebuah negara.

Edward W Said, profesor di Columbia University, AS, yang menulis setidaknya delapan buku mengenai Palestina, mendukung Palestina-Israel hidup berdampingan secara damai asalkan agresi militer dan penindasan terhadap Palestina diakhiri Israel. Meski terbilang moderat, Said menyatakan, zionis ingin menghentikan langkahnya.

Saat penganut Kristen Episkopalian yang lahir di Nazareth, Yerusalem, ini mengunjungi penjara Khiam yang dibangun Israel di Lebanon selatan, dia memotretnya. Esoknya, media Israel dan Barat memuat Said sebagai 'teroris pelempar batu, pria pecinta kekerasan, dan lain-lain'. Dia menilai, tindakan itu sebagai 'propaganda zionis yang penuh permusuhan'.

Pada 2001, tulis Said, "Israel menyewa pengacara AS keturunan Israel untuk 'menyelidiki' 10 tahun pertama kehidupan saya dan 'membuktikan' saya tidak pernah tinggal di sana meski lahir di Yerusalem. Mungkin, ini menunjukkan saya pembohong yang keliru menafsirkan 'hak untuk pulang'. Padahal, 'hak untuk pulang' memungkinkan kaum Yahudi dari mana saja datang dan tinggal di Israel meski tak pernah menginjakkan kaki di Israel."

Sejauh ini, Holocaust menjadi senjata kampanye yang ampuh bagi kaum zionis. Media tampaknya menjadi tulang punggungnya. Seperti diakui Said dalam bukunya, The Question of Palestine, yang menyoroti siaran televisi NBC musim semi 1978. "... Sebagian program tersebut ditujukan sebagai justifikasi dari zionisme--meskipun pada saat yang nyaris bersamaan, pasukan Israel di Lebanon melakukan penghancuran, dengan ribuan korban nyawa warga sipil, dan penderitaan yang tak terucapkan. Namun, hanya segelintir wartawan yang berani menggambarkan aksi itu mirip penghancuran yang dilakukan AS di Vietnam." (bersambung)


View the original article here

Rumah Sakit Sultan Bayezid II, Termodern di Zamannya

Sebelum dijadikan ibukota pemerintahan Ottoman, Edirne sudah ramai sebagai pusat perdagangan dan juga budaya Muslim. Hal ini ditandai dengan banyaknya bangunan yang dibangun oleh penguasa Muslim di kota ini. Salah satunya adalah Rumah Sakit (RS)Bayezid II. Rumah sakit ini berada di dalam Kompleks (Kulliye) Bayezid II.

RS Bayezid II dibangun atas perintah Sultan Bayezid II. Proses pembangunan Kulliye Bayezid II berikut bangunan rumah sakitnya memakan waktu empat tahun, dari 1484 M hingga 1488 M. Hingga abad ke-19 M, para dokter dididik di rumah sakit yang sekaligus menjadi sekolah kedokteran itu.

Yulianto Sumalyo dalam bukunya yang bertajuk  Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim  mengungkapkan, setibanya di Edirne dalam perjalanan ke Balkan bersama pasukannya pada akhir musim semi 1484, Sultan Bayezid II memerintahkan membangun banyak proyek, yaitu masjid baru dan pusat kesehatan (medical centre) termasuk di dalamnya rumah sakit, sanatorium, rumah sakit jiwa dan sekolah kedokteran di tepian Sungai Tunca.

Seperti halnya di sejumlah kota lain yang berada dalam wilayah kekuasaan Ottoman, bangunan-bangunan tersebut didirikan dalam sebuah kulliye. Untuk perencanaan pembangunannya, Sultan Bayezid II menunjuk arsitek kerajaan pada waktu itu, Mimar Hayrettin, untuk mendesain keseluruhan bangunan dalam Kulliye Bayezid II ini.

Bangunan rumah sakit (darussifa) dan rumah sakit jiwa (timarhane) Bayezid II terletak di sisi barat daya bangunan masjid dalam Kompleks Bayezid II. Tata letak rumah sakit tersebut terbilang cukup unik, pada ujung selatan terdapat unit berdenah segi delapan, pada masing-masing sisinya terdapat ruang-ruang untuk perawatan.

Setiap ruang dalam unit ini beratap kubah, termasuk sebuah ruangan yang menyerupai hall. Namun berbeda dengan kubah pada ruang perawatan, kubah di atas hall jauh lebih besar dan dilengkapi dengan sebuah lantern yang terdapat pada bagian puncak kubah tepat di atas bak air besar yang terdapat di tengah-tengah hall. Lantern tersebut juga beratap kubah, namun dalam ukuran yang lebih kecil.

Bagian penampang kubah hall berbentuk segi dua belas. Di sekeliling dinding kubah berbentuk silindris ini terdapat jendela-jendela yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi udara. Sinar matahari dan udara alami masuk melalui jendela-jendela tersebut hingga ke dalam ruangan yang berada tepat di bawah kubah.   

Rumah sakit Sultan Bayezid II ini beroperasi selama empat ratus tahun sejak diresmikan tahun 1488 M hingga berkecamuknya Perang Rusia-Turki (1877-1878 M). Hingga abad ke-19 M, rumah sakit ini menjadi salah satu rumah sakit rujukan bagi pasien-pasien yang hendak menjalani perawatan bedah dan mereka yang mengidap penyakit mental.

Sejarah mencatat, RS Bayezid II terutama terkenal karena memiliki tenaga-tenaga ahli bedah yang terampil. Disamping juga terkenal karena metode pengobatan untuk penyakit mental yang diberikan kepada para pasien di timarhane (rumah sakit jiwa). Metode pengobatan penyakit mental yang dilakukan oleh para dokter di rumah sakit ini menggunakan terapi musik, suara air, dan penggunaan wewangian atau yang dikenal dengan aromatherapy.

Selain terkenal karena para ahli bedah serta terapi mental yang dimilikinya, RS Bayezid II juga terkenal berkat pusat pengobatan matanya. Karenanya pada masa lalu, rumah sakit ini menjadi satu-satunya rumah sakit rujukan bagi penderita penyakit mata.
Kini bangunan rumah sakit bersejarah tersebut menjadi bagian dari kompleks Universitas Trakya yang juga berada di kota Edirne. Dan, sejak tahun 1997, bangunan rumah sakit tersebut dialihfungsikan menjadi sebuah museum kesehatan bernama Bayezid II Kulliye Health Museum. Museum tersebut didedikasikan untuk mengenang peran dan kontribusi penguasa Ottoman dalam mengembangkan khazanah ilmu pengobatan dan kedokteran.

Hingga saat ini, Bayezid II Kulliye Health Museum menjadi satu-satunya museum kesehatan yang terdapat di Turki. Museum ini memberikan berbagai informasi penting seputar sejarah dan perkembangan ilmu kedokteran dan pengobatan, khususnya pada masa pemerintahan Ottoman, kepada para pengunjung.

Museum ini tercatat sebagai tempay bersejarah kedua di Edirne yang paling banyak dikunjungi oleh para wisatawan setelah Masjid Selimiye (Sultan Salim). Karenanya, pada tahun 2004 lalu, Bayezid II Kulliye Health Museum dianuegrahi  Museum Award oleh Dewan Kebudayaan Eropa.


View the original article here

Mengenal Warisan Islam di Kota Madrid

Semula, Madrid bernama Madjrit. Nama ini disematkan oleh umat Islam pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah. Merujuk pada Oliver Asin, seorang sejarawan, Madjrit ini pada mulanya adalah sebuah kota kecil di perbatasan yang didirikan oleh Dinasti Umayyah pada abad ke-9.

Dalam bibliografi karya Ibnu Hayyan, disebutkan kebanyakan yang menjadi gubernur Kota Madrid pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah adalah anggota keluarga Bani Salim dari Berber. Al-Himrayi mengatakan, pada saat itu Madrid juga memiliki sebuah benteng. Ia mengatakan, benteng ini dibangun oleh Amir Umayyah dari Cordoba bernama Muhammad I yang berkuasa antara tahun 852 hingga 886 Masehi.

Benteng itu sangat kuat dan tak mudah ditembus musuh. Saat itu, Madrid hanya sebuah kota kecil, namun memiliki kegiatan ekonomi yang cukup bagus. Misalnya, ada industri pembuatan sepatu bersol gabus, yang semula dikembangkan oleh orang-orang Romawi. Juga industri kayu ek.

Di bawah pemerintahan Islam, teknik pembuatan sepatu bersol gabus diintensifkan dan didiversifikasi sehingga sepatu bersol gabus menjadi hal umum di Spanyol. Bahkan pada masa itu, sepatu bersol gabus merupakan komoditas pokok ekspor.

Warisan lain umat Islam di Kota Madrid adalah penggunaan qanat, yaitu terowongan bawah tanah yang digunakan untuk tujuan irigasi. Di sana, juga dibangun sistem penyedia an air untuk seluruh wilayah kota tersebut.

Meski pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, tak banyak lagi karya-karya ilmu pengetahuan karena banyak yang hancur akibat peperangan. Saat Philip II pada abad ke-16 mendirikan perpustakaan Escorial, ia tak banyak menemukan buku berbahasa Arab. Di Escorial, yang kemudian menjadi perpustakaan terbesar di Spanyol pada abad ke-17, hanya 4.000 judul buku Islam yang masih selamat dari penghancuran buku terburuk dalam sejarah Spanyol.


View the original article here

Jejak Pembuatan Tembikar dalam Sejarah Islam

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Jejak peradaban Islam tertoreh juga pada tembikar. Benda berbahan tanah liat yang bermotif indah itu hadir melalui proses yang cukup panjang. Menyerap teknik pembuatan dari beraneka sumber, mengkajinya, dan mengembangkannya sendiri. Para ahli kimia turut menyumbang pemikiran bagaimana memadu bahan agar tembikar berkualitas.

Nyatanya, tembikar yang menjadi satu buah peradaban Islam menuai sanjungan. Philip K Hitti melontarkan kekagumannya. Melalui bukunya, History of the Arabs, ia menyatakan, di tangan seniman Muslim, seni tembikar mencapai tingkat keindahan yang sulit ditandingi.

Keindahan yang tertoreh pada tembikar mewujud melalui lukisan manusia, hewan, dan tumbuhan, selain bentuk geometris dan epigraf. Karya ini segera berkembang pesat hingga menjadi sebuah industri yang sangat maju di beberapa wilayah Islam. Sentra produksi tembikar ada di Antiokia, Aleppo, Damaskus, Tyre, dan Phoenix.

Sejumlah tembikar peninggalan umat Muslim pada zaman pertengahan masih tersisa. Sebagian masih disimpan di Museum Lauvre, British Museum, dan Arabic Museum di Kairo, Mesir. Tembikar memiliki kegunaan luas. Salah satunya untuk hiasan dan menjadi bagian dari dekorasi bangunan megah.

Salah satu yang terkenal adalah tembikar Qasyani. Karya seni asal Persia itu berhias gambar bunga dan diakui keistimewaannya oleh banyak kalangan. Perkembangan seni tembikar di dunia Islam bermula sejak abad ke-7 Masehi. Pengetahuan pembuatan barang itu diserap dari sejumlah sumber, seperti Persia dan Cina.

Teknik-teknik yang diadopsi dari luar kemudian dipadukan dengan teknik yang dikembangkan oleh umat Islam. Maka itu, hadirlah sebuah karya seni dengan reputasi menjulang sepanjang masa.Dalam tulisannya berjudul The Potters of Islam, John Luter mencatat kontribusi sains Islam dalam pengembangan tembikar. Menurut dia, pembuatan tembikar berkualitas oleh masyarakat Muslim terinspirasi keunggulan teknik yang dikembangkan di Cina. Bangsa Cina dikenal dengan tembikarnya yang kuat, tidak mudah pecah, berbalut dekorasi warna-warni, dan mengilap.

Buku karya Muhammad bin alHusayn al-Baihaki yang berangka tahun 1059 Masehi menjadi rujukan para sejarawan kontempoter. Al Baihaki berkata, seorang gubernur dari Khurasan, Iran, mengirimkan hadiah kepada Khalifah Harun alRasyid berupa tembikar yang berasal dari Cina.

Sang khalifah terpikat keindahan benda itu. Lalu, ia mendorong seniman Muslim untuk membuat karya yang tak kalah hebatnya. Inisiatif ini memicu banyak seniman terkemuka berdatangan ke Baghdad, ibu kota pemerintahan, untuk memenuhi tantangan Khalifah Harun al-Rasyid. Karya awal mereka masih berupa eksperimen. Seiring waktu, kajian teknik untuk melahirkan karya berkualitas gencar dilakukan. Kemudian, hadirlah motif, rancangan, ataupun dekorasi baru. Begitu pula teknik dan metode pembuatan tembikar berkembang begitu pesat dan diperbarui dari waktu ke waktu.

Salah satu inovasi penting adalah kemampuan mewujudkan lukisan yang berkilau. Beberapa sumber sejarah menyebut teknik itu pertama kali diciptakan bangsa Mesir dan Cina. Umat Islam mengadopsi metode itu bahkan memperbaikinya untuk memperoleh kualitas yang lebih baik.

Para seniman pada masa Abbasiyah memunculkan kreasi warna keemasan dan juga menghadirkan motif mengilap pada tembikar yang biasanya hanya dihias warna biru, hijau, atau abu-abu. Teknik itu, sambung John Luter, memakai bahan sulfur dan zat asam serta dicampurkan dengan material tanah lempung.

Bahan campuran itu dipakai sebagai cat pada motif lukisan. Goresan motif gambar dilakukan segera setelah tembikar itu melalui proses pencetakan dan pembakaran. Setelah digambar dan diberi motif atau dekorasi, sekali lagi tembikar itu dibakar untuk mencegah pengapuran. "Ketika residu bahan perlahan menghilang selama proses pem bakaran, efek mengilap dari cat tadi muncul sehingga menjadikan tembikar itu tampak sangat indah," ujar John Luter. Menurut dia, bahan pembuat tembikar yang juga paling umum digunakan adalah semacam semen putih.

Di sini, ahli kimia Muslim memainkan peran penting. Mereka menemukan bahan yang sanggup menghasilkan tembikar berkualitas tinggi. Kian majunya teknik pembuatan tembikar memantik lahirnya industri tembikar. Masa-masa pentingnya berlangsung dalam kurun abad ke-9 hingga abad ke-13 Masehi.

Ragam tembikar dan variasi motif membanjiri kota-kota besar Islam. Gedung-gedung dan istana berhias barang tembikar nan indah. Di sisi lain, seni tembikar Islam juga mendapatkan sentuhan aspek kaligrafi. Hal ini menambah keunggulan dan keistimewaan yang tidak ada pada peradaban lainnya.

Kaligrafi bukan sekadar untuk menghias permukaan tembikar. Pada beberapa daerah, kalimat kaligrafi yang tersemat di permukaan tembikar mencerminkan tradisi keagamaan ataupun kondisi umat Muslim setempat. Tak dimungkiri bahwa masyarakat pada masa itu telah memandang seni tembikar bukan sekadar hiasan, tapi juga ekspresi keyakinan.

Hingga masa kekuasaan Dinasti Seljuk, penelitian ilmiah dan kreasi baru seni tembikar tak henti bermunculan. Seniman era ini mengenalkan tembikar jenis baru, yaitu faience. Tembikar itu terbuat dari bahan semen putih dicampur dengan cairan alkalin yang memunculkan efek kaca. Risalah dari Abulqassim pada tahun 1301 Masehi menjelaskan teknik dan proses pembuatan faience. Dalam salah satu bagian risalah, ia menuturkan, untuk menambah kekuatan tembikar, para pembuatnya mengurangi kadar air pada bahan-bahan dasar tembikar.


View the original article here

Saturday, March 26, 2011

Balasan Atas Teori Memesis Alquran Geiger

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Abraham Geiger (1810-1874), dianggap sebagai sarjana pertama yang menerapkan pendekatan kritik-historis terhadap Alquran. Belakangan, konsep tersebut mendapatkan balasan, yang dimana Alquran diposisikan sebagai `teks polifonik' dan bukan mimesis (tiruan) dari teks-teks sebelumnya, seperti yang didengungkan Geiger.
Kecenderungan penelitian seperti itu boleh dikatakan sebagai `tren baru studi historis-kritis terhadap Alquran'. Namun, proyek tersebut memiliki tiga penyangga utama. Pertama, dokumentasi atas manuskrip-manuskrip Quran awal berikut variasi qira'at-nya terlebih dahulu diperhatikan. Tapi, pendokumentasian itu tidak ditujukan untuk membuat teks edisi kritis Alquran. Jika ditilik dari manuskrip Alquran, mereka hanya membuat data bank, seperti lokasi, penanggalan, dan aspek-aspek paleografis dari setiap manuskrip.
Saat ini, bank data terdiri atas 250 entri dan setiap entri memiliki sejumlah foto manuskrip. Jumlah foto yang telah digitalisasi dalam beberapa komputer mencapai 3.500. Sementara bank data tentang variasi bacaan Alquran, seseorang dapat menemukan semua cara baca (qira'at) Alquran, baik qira'at yang dianggap sebagai qira'at mutawatirah (diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi), qira'at masyhurah (diriwayatkan oleh relatif banyak perawi), maupun qira'at syadzdzah (yang tidak termasuk kedua macam qira'at tersebut).
Penyangga kedua, para sarjana yang terlibat dalam proyek tersebut juga dituntut melakukan penelitian dan kajian serta membuat bank data terkait dengan apa yang mereka sebut dengan Texte aus der Welt des Quran (teks-teks di sekitar Alquran). Target dari kajian tersebut adalah menemukan kesamaan teks Alquran dengan teks-teks lain pada masa turunnya wahyu Quran.
Kajian seperti ini dikenal dengan istilah `intertekstualitas' antara ayat-ayat Aquran dan teks-teks dari tradisi pra-Islam, seperti Alkitab, teks Yahudi pasca-biblikal, dan puisi Arab klasik. Mereka menafsirkan Intertekstualitas ini, sebagai landasan agar menguatkan rekonstruksi teks-teks yang ada di sekitar Alquran (Marx 2008:51).
Jika, para orientalis abad ke-19 memahami Alquran hanya merupakan sekumpulan imitasi/tiruan dari teks-teks pra-Islam, mereka kebalikannya. Bahkan mereka dapat melakukan penelitian seobjektif mungkin, yang sampai pada kesimpulan bahwa Alquran bukanlah `teks epigonik', yang merupakan hasil imitasi beberapa teks lain dari tradisi praIslam. (Neuwirth 2008:16; Wawancara 1 Juli 2010).  (Bersambung)

View the original article here

Amr Khaled Berdakwah dengan Cara Berbeda

Amr Khaled memang beda. Gayanya, tak seperti penceramah agama pada umumnya. Tak ada sorban yang menutup kepalanya. Tak ada pula jubah yang ia kenakan menyelimuti tubuhnya, seperti yang digunakan para penceramah sambil berdiri di atas mimbar.

Khaled mengenakan pakaian kasual dan menggunakan bahasa Mesir yang biasa dipakai dalam pergaulan sehari-hari dalam ceramahnya. Biasanya, para imam dan penceramah memiliki kecenderungan menggunakan pakaian klasik Arab saat berceramah.

Keunikan Khaled dalam memberikan ceramah agama, telah membuatnya menjadi salah salah satu penceramah terkenal di dunia. Bahkan, belum lama ini namanya disebut di urutan ke-13 dalam daftar orang paling berpengaruh di dunia oleh Majalah Time.

Selain itu, Khaled juga memliliki salurannya sendiri di  Youtube, membuat ia bisa menjangkau lebih banyak audiens. Ia pun lalu karib disebut  Muslim Televangelist. Rekaman ceramahnya dalam bentuk DVD pun banyak diburu orang.

Di Virgin, sebuah toko yang menjual DVD di Kairo, Mesir, DVD berisi rekaman ceramah Khaled bertengger di rak bagian atas dan masuk kategori  best seller, bersebelahan dengan DVD Bruce Willis dan Charlie Chaplin.

Di sisi lain, gayanya yang beda dalam memberikan ceramah telah menuai kritik dari sejumlah ulama yang telah mapan dan dia harus meninggalkan tempat kelahirannya, Mesir. Namun, melalui ceramahnya di televisi dan disiarkan melalui satelit, telah membuatnya memiliki banyak audiens.

Jadi, ceramahnya tak lagi dibatasi oleh dinding-dinding sebuah masjid atau aula. Apa yang ia sampaikan dalam ceramahnya telah menembus dan melampaui batas-batas negara. Sebab, audiens di mana pun berada yang terjangkau siaran bisa mendengar ceramah dan melihat gaya ceramahnya.

Seorang perempuan muda Kairo, mengungkapkan, rahasia sukses Khaled dalam berceramah sebenarnya sederhana saja. ''Dia berbicara dengan menggunakan bahasa kami,'' kata perempuan yang mengenakan kerudung berwarna-warni itu.

Geneiva Abdo, seorang penulis, mengatakan, perbedaan Khaled dengan penceramah lainnya terletak pada bahasa yang digunakannya. Menurut dia, pengaderan penceramah dengan gaya seperti Khaled memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang ada sekarang ini.

''Orang-orang seperti Khaled, telah menemukan sebuah cara untuk menyisipkan nilai-nilai agama ke dalam gaya hidup yang lebih modern. Dengan kata lain, perilaku Anda yang menentukan apakah Anda bisa disebut sebagai Muslim yang baik atau bukan,'' kata Abdo. Dalam konteks ini, ungkap Abdo, para penceramah seperti Khaled melontarkan paradigma berbeda.

Sukses besar yang diraih Khaled melalui ceramah di televisi dengan audiens berjumlah jutaan orang di seluruh dunia, mendorongnya untuk lebih jauh berkiprah. Kini, ia berencana meluncurkan sebuah  reality show 'The Apprentice', menurut versinya sendiri.

Acara serupa berasal dari AS, yang mempertunjukkan pebisnis ternama, Donald Trump, mencari seorang kandidat yang dianggap bisa menjalankan bisnis yang dimilikinya. Versi Inggris, para peserta berkompetisi untuk bisa bekerja dengan pengusaha Lord Sugar.

''Tujuan acara yang saya buat, bukan untuk menghasilkan uang,'' kata Khaled seperti dikutip BBC baru-baru ini. Namun, kata dia, acara yang benar-benar beda dibandingkan versi AS dan Inggris ini bertujuan agar para pemuda siap memberikan dukungan dan berbuat bagi masyarakatnya.

Khaled mengungkapkan, perbedaan mendasar acara yang akan ia buat adalah para peserta tak bersaing untuk meraih keuntungan personal secara finansial. Kontestan yang menang adalah mereka yang memiliki ide terbaik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

''Dalam satu misi, mereka akan pergi beberapa desa. Kami akan melihat siapa yang mampu memberikan bantuan maksimal pada keluarga-keluarga miskin di desa tersebut dibandingkan kontestan lainnya,'' jelas Khaled.

Menurut Khaled, Nabi Muhammad mengatakan bahwa bekerja untuk membantu sebuah keluarga yang miskin lebih baik dibandingkan berdiam diri di masjid selama 40 hari. ''Bagaimana sebuah keyakinan bisa membantu mendukung keberadaan sebuah masyarakat, inilah jalan saya,'' katanya. Ferry Kisihandi/taq


View the original article here

Ketika 'Suku Arya' Memahami Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sebagai sebuah teks, Alquran dapat dipahami dari sejarah bermulanya teks itu dibentuk dan difungsikan. Salah satu kajian yang mendalami konsep tersebut adalah kritis historister. Dari kajian itu, serta dengan dorongan pengetahuan rasional, dapat ditelusuri teks Alquran dan sejarahnya.

Konsep seperti itulah yang mendominasi model penelitian para sarjana Barat sejak abad ke-19. Abraham Geiger (1810-1874), misalnya dianggap sebagai sarjana pertama yang menerapkan pendekatan kritik-historis terhadap Alquran. Bahkan, pada 1883, ia menerbitkan sebuah buku yang berjudul 'Was hat Mohammed aus dem Judentum aufgenommen?' (Dirk Hatwig 2009:241).

Dalam bukunya itu, ia memaparkan bahwa Nabi Muhammad, dalam memproduksi Alquran, banyak menyisipkan tradisi-tradisi Yahudi. Sontak, pemikiran ini pun beranak pinak seperti yang dikembangkan Günther Luling dan Christoph Luxemberg. Buku 'Der Koran und sein religiöses und kulturelles Umfeld' (2010) editan Tilman Nagel, dianggap sebagai karya terbaru yang menghimpun beberapa hasil kajian historiskritis ala Geiger.

Alquran, dipahami mereka, sebagai sebuah teks `epigonik'. Dalam pengertian bahwa Alquran merupakan imitasi dari teks-teks pra-Islam. Pandangan itu pun melahirkan kontroversial di kalangan sarjana Muslim. Namun, tidak semua sarjana Barat yang berada dalam 'gerbong' pemikiran tersebut.

Sebut saja, Anglika Neuwirth, Nicolai Sinai, Michael Marx, dan Dirk Hartwig. Umumnya mereka memberikan perlawanan atas pemikiran tersebut, yang menolak bahwa Alquran hanyalah copy-paste atas `teks-teks praIslam'. Hal itu terlihat dari wawancara pada 2 Juli 2010 dan penelusuran beberapa artikel mereka. Salah satunya adalah proyek yang dikenal dengan Corpus Coranicum, yang sedang dilakukan di Berlin-Brandenburgische Akademie der Wissenschaften di Jerman.

Konsep Ala Geiger dengan para 'penentang' ini sebenarnya tidak jauh berbeda. Paradigma lah yang membedakan kedua pemikiran tersebut. Dalam konsep 'para penentang', Alquran diposisikan sebagai `teks polifonik' dan bukan mimesis (tiruan) dari teks-teks sebelumnya, seperti yang didengungkan Geiger. (Bersambung)

Bagaimana Mesin Propaganda Israel Membentuk Opini Dunia? (3-habis)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lalu bagaimana mesin propaganda Israel bekerja dalam pembantaian relawan di Kapal Mavi Marmara? Sebuah artikel menarik ditulis Antony Lerman di situs guardian.co.uk edisi 4 Juni 2010. Di situ dia menceritakan bahwa sesaat sebelum penyerangan terjadi, Israel telah memutus semua jenis komunikasi dari kapal yang ikut konvoi ke pihak lain.

Pemutusan alur komunikasi ini dilakukan Israel atas kesadaran yang tinggi akan pentingnya peran informasi dalam membentuk citra di dunia internasional. Dengan pemutusan itu, maka dunia tidak bisa menyaksikan secara jelas apa yang sesungguhnya terjadi saat itu. Kesaksian para relawan yang diungkapkan secara lisan, tidaklah bisa mewakili kondisi yang sesungguhnya secara tepat.

"Gambar-gambar yang disiarkan Al Jazeera, IHH, maupun sumber lain sesaat sebelum penyerangan, tidak begitu jelas," tulis Lerman dalam artikel itu. Dalam gambar itu hanya terlihat orang terluka, helikopter, dan pasukan yang sedang menembak. Gambar-gambar itu tidak bisa secara detil menghadirikan kepada publik, kondisi yang sebenarnya terjadi.

Saat komunikasi dari kapal terputus, Israel kemudian menyebarkan berbagai gambar yang diperolehnya saat peristiwa tersebut terjadi. Tentu saja, gambar itu sudah mengalami proses editing yang harus menguntungkan pihak Israel. Kemudian militer Israel menayangkan gambar-gambar manipulatif itu di situs Youtube.

Video di situs tersebut menggambarkan pasukan Israel yang terjadi dari helikopter dan dihadang oleh para relawan di geladak kapal. Kemudian di video itu diberi keterangan-keterangan yang menempatkan tentara Israel sebagai 'korban'. Misanya dalam video itu tertulis, kalimat 'para aktivis memukuli tentara Israel dengan besi'.

Sama sekali di situ tidak dijelaskan bagaimana tentara Israel secara membabi buta menembaki para relawan. Kekejaman Israel terhadap para relawan ditutup rapat dan diputarbalikkanya sedemikian rupa agar relawan menjadi terlihat sadis.

Sialnya, video yang dirilis militer Israel ini hingga Selasa petang sudah diklik hampir 2 juta kali. Betapa banyak warga dunia yang menyaksikan video manipulatif itu. Video-video lain yang terkait dengan Mavi Marmara, belum ada yang diklik sebanyak itu.

Lagi-lagi agenda Israel untuk memainkan propaganda pun berjalan saat relawan diturunkan di Ashdod dan dipenjara. Mereka hanya diberikan akses komunikasi secara terbatas. Perangkat perekam yang dibawa para relawan maupun wartawan pun disita militer Israel. Dengan demikian, tidak ada lagi gambar versi relawan yang bisa disiarkan kepada publik.

Kemudian Israel pada kesempatan itu juga merilis gambar saat para relawan yang terluka diangkut ke helikopter untuk dirawat. Lewat gambar ini, Israel seolah-olah ingin menampilkan wajah kemanusiaannya.

Adakah semua cara itu membawa hasil? Meski dijalankan penuh rencana, ternyata propaganda itu tidak berhasil menjadikan citra Israel di mata dunia menjadi positif. Setelah kejadian itu, unjuk rasa mengutuk Israel berlangsung di berbagai belahan penjuru dunia. Sayangnya, kekuatan unjuk rasa itu belum juga berhasil menjadikan Israel mengakhiri blokade Gaza. warga Gaza masih terus berteman dengan derita yang berkepanjangan. (habis)

Bagaimana Mesin Propaganda Israel Membantuk Opini Dunia (1)

Bagaimana Mesin Propaganda Israel Membentuk Opini Dunia (2)


View the original article here

Jejak Ibn Jazla dalam Ilmu Kedokteran

Persentuhan Ibn Jazla dengan bidang kedokteran tak lepas dari berkembang pesatnya tradisi ilmu pengetahuan di dunia Islam. Setelah berdirinya Dinasti Abbasiyah pada abad ke-8 yang berpusat di Kota Baghdad, kota tersebut menggeliat sebagai pusat ilmu pengetahuan.

Khalifah Harun Al Rasyid mendorong penerjemahan teks-teks medis, terutama dari Yunani ke dalam bahasa Arab. Ini memperkaya perkembangan ilmu pengetahuan di Baghdad, termasuk bagi Ibn Jazla, dalam mengembangkan kariernya sebagai dokter dan menulis karyanya.

Menurut pakar sejarah tentang pengaruh Islam di Eropa, Profesor Charles Burnett, dari Warburg Institute, University of London, pada akhir abad ke-10 teks-teks Yunani mengalami percampuran dengan ilmu-ilmu yang lahir di dunia Islam. Pada masa selanjutnya, ilmu yang dikembangkan di dunia Islam memberikan pengaruhnya tak hanya di wilayah sendiri, tetapi juga ke Barat. Dokter-dokter Muslim mampu mengembangkan secara mandiri ilmu pengetahuan kedokterannya.

Bahkan, mereka melontarkan banyak ide yang sama sekali baru dan orisinal. Buktinya, Jazla menuliskan karya-karya yang kemudian diterjemah kan ke bahasa Latin. Pada abad ke-11, ujar Burnett, perkembangan ilmu ke dokteran tak hanya berkutat di Baghdad.

Namun, ilmu kedokteran juga tumbuh pesat di Kairouan, Tunisia. Di sana, ada Constantine the African yang mulai melakukan perjalanan ke Sisilia dan Salerno, Italia. Di Italia, untuk pertama kalinya, Constantine the African memperkenalkan pengobatan Arab ke Barat.

Apa yang diajarkan oleh Constantine menggantikan teks-teks Yunani yang sebelumnya menjadi rujukan. Ia telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan pengobatan di Italia. Bahkan, pengaruh ini berlangsung begitu lama. Di Inggris, misalnya, pada awal abad ke-18, muncul ketertarikan terhadap praktik pengobatan yang berkembang di Timur. Salah satunya adalah praktik inokulasi yang digunakan untuk mengatasi penyakit cacar.


View the original article here

Friday, March 25, 2011

Ini Dia Tokoh Islam yang Berperan Besar dalam Matematika

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rekayasa mekanika melambungkan nama Banu Musa di khazanah sains Islam. Melalui kemampuannya, Banu Musa menciptakan berbagai peralatan mesin yang terbilang pada masanya. Namun, sebenarnya bukan itu saja prestasinya. Banu Musa menoreh kan prestasi gemilang di ranah matematika.

Kepakaran Banu Musa dalam matematika bahkan layak disejajarkan dengan sejumlah tokoh besar lainnya, seperti al-Khawarizmi (780-846 Masehi), al-Kindi (801-873), atau Umar Khayam (1048-1131). Matematika dijadikan pijakan bagi Banu Musa untuk menopang kemampuanya di bidang teknik.

Perlu diketahui, Banu Musa, atau keluarga Mu sa, terdiri dari tiga bersaudara: Jafar Mu hammad bin Musa bin Shakir, Ahmad bin Musa bin Shakir, dan al-Hasan bin Musa bin Shakir. Ketiganya merupakan putra dari seorang cendekiawan terkemuka abad ke-8, yakni Musa bin Shakir.

Banu Musa ikut andil dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan di dunia Islam. Bahkan, Banu Musa termasuk saintis Muslim pertama yang mengembangkan bidang ilmu hitung di dunia Islam melalui transfer pengetahuan dari peradaban Yunani. Lalu, Banu Musa membangun konsep dan teori baru, khususnya pada lingkup geometri. Dari tiga saudara tadi, adalah si sulung Jafar Muhammad yang berada di baris depan dalam kajian geometri. Selanjutnya diikuti oleh al-Hasan.

Sementara itu, Ahmad bin Musa membawa konsep matematika kepada aspek mekanika. Mereka terus bekerja bersama-sama hingga mencapai hasil yang sempurna. Banu Musa sangat tertarik dengan manuskrip ilmiah dari Yunani. Salah satunya berjudul Conics. Keseluruhan karya Appollonius ini terdiri dari delapan jilid. Diungkapkan Jere L Bacharach dalam Medieval Islamic Civilization, topik utama dari naskah tersebut membahas tentang geometri.

Banu Musa meminta bantuan dua sarjana terkemuka, yaitu Hilal bin Abi Halal al-Himsi dan Thabit bin Qurra, untuk menerjemahkan karya itu ke dalam bahasa Arab. Dalam buku MacTutor History of Mathematics, sejarawan sains John O’Connor dan Edmund F Robertson menyebut Banu Musa sebagai salah satu peletak dasar bidang geometri.

Banu Musa berhasil menghubungkan konsep geometri dari matematika Yunani ke dalam khazanah keilmuan Islam sepanjang abad pertengah an. Di kemudian hari, Banu Musa menyusun risalah penting tentang geometri, yakni Kitab Marifat Masakhat al-Ashkal. Kitab tersebut sangat terkenal di Barat. Menyusul penerjemahannya ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 oleh Gerard of Cremona dengan judul Libertrium Fratum de Geometria.

Menurut O’Connor dan Robertson, terdapat beberapa kesamaan metodologi dan konsep geometri dari Banu Musa dengan yang diusung Apollonius. Namun, keduanya menegaskan pula bahwa banyak pula perbedaan yang muncul. Sebab, Banu Musa melakukan perbaikan dan membangun rumusrumus baru yang terbukti sangat efektif. Lebih jauh, Banu Musa menyempurnakan metode persamaan yang dirintis Eudoxus dan Archimedes.

Pakar matematika Muslim itu menambahkan rumus poligon dengan dua bidang sama luas. Sebelum diteruskan oleh Banu Musa, metode ini tidak banyak mendapat perhatian dan nyaris hilang dimakan zaman. Di sisi lain, Banu Musa membangun pola lebih maju terkait penghitung an luas serta volume yang mampu dijabarkan lewat angka-angka.

O’Connor dan Robertson mengungkapkan, penggunaan sistem angka merupakan keunggulan dari metode geo metri awal warisan peradaban Islam. Hal lain diungkapkan oleh Shirali Kadyrov melalui tulisannya Muslim Contributions to Mathematics.

Menurut dia, Banu Musa juga menje laskan mengenai angka konstan phi. Ini adalah besaran dari hasil pembagian diameter lingkaran. Banu Musa mengatakan, konsep ini pernah dipakai Archimedes. Namun, pada saat itu pemikiran Archimedes dinilai masih kurang sempurna. Sezgin, seorang ahli matematika Barat, menganggap bukti temuan Banu Musa merupakan fondasi kajian geometri pada masa berikutnya.

Hal serupa disampaikan Roshidi Rashed dalam History of a Great Number. Di samping itu, mereka menciptakan pemecahan geometri dasar untuk menghitung luas volume. Laman isesco.org menyatakan, sumbangan Banu Musa yang lain yakni ketika menemukan metode dan praktik geometri yang ringkas serta mudah diaplikasikan.

Dalam membentuk lingkaran, misalnya, bisa dikerjakan dengan memakai besi siku atau jangka. Masing-masing ujung besi siku itu diletakkan di titik berbeda. Kemudian diambil sudut tertentu. Ambil salah satu ujung sebagai tumpuan dan ujung lainnya diputar melingkar. Maka dihasilkan sebuah lingkaran sempurna.

Berdasarkan pengamatan Victor J Katz dan Annete Imhausen pada The Mathematics of Egypt, Mesopotamia, China, India and Islam, kajian geometri mencapai tahap tertinggi melalui pemikiran dan karya Banu Musa. Inti gagasan mencakup sejumlah operasi penghitungan kubus, lingkaran, volume, kerucut, dan sudut.

Selain Kitab Marifat, Muhammad bin Musa menulis beberapa karya geometri yang penting. Salah satunya menguraikan tentang ukuran ruang, pembagian sudut, serta perhitungan proporsional. Hal ini terutama digunakan untuk menghitung pembagian tunggal antara dua nilai tertentu. Sedangkan, al-Hasan mengerjakan penelitian untuk menjabarkan sifat-sifat geometris dari elips.


View the original article here

Ibnu Miskawaih, Mendorong Pendidikan Sejak Dini

Pendidikan sejak dini bagi seorang anak akan membuat mereka kelak menjadi manusia yang baik.

Pendidikan bukanlah ranah asing bagi Ibnu Miskawaih. Ia telah lama bergelut di bidang tersebut walaupun lebih dikenal sebagai filsuf dan lekat dengan bidang etika. Maka, berserak pula uraian konsep-konsepnya tentang pendidikan.

Dalam salah satu karyanya, Tahdhib al-Akhlaq , cendekiawan Muslim asal Ray, Persia, ini menyatakan, pendidikan menunjukkan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan orang dewasa, terutama orang tua kepada anak-anaknya.

Menurut Miskawaih, orang tua wajib memberikan pendidikan kepada anak-anaknya, yang berisi pengetahuan, moralitas, adat istiadat, dan perilaku yang baik. Langkah ini untuk mempersiapkan mereka agar menjadi manusia yang baik.

Kelak, bila anak-anak itu menjelma menjadi manusia dewasa yang baik, akan memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Mereka pun akan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Miskawaih menambahkan, pendidikan memang bertujuan menyempurnakan karakter manusia.

Dalam pandangan Miskawaih, layaknya kebaikan yang bisa ditularkan melalui pendidikan, demikian pula dengan kejahatan. Maka, ia mengingatkan orang tua untuk secara berulang, mengingatkan dan mendidik anak-anak mereka tentang kebaikan dan kesalehan.

Selain memberikan pendidikan mengenai kebaikan, Miskawaih menekankan pula agar sejak dini orang tua mengarahkan buah hatinya berada dalam lingkungan yang baik. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya bergaul dan berteman dengan orang-orang berperilaku baik.

Miskawaih memberikan alasan mengapa ia menekankan pentingnya lingkungan yang baik. Menurut dia, tak semua orang dapat dengan cepat menerima kebaikan yang diajarkan kepadanya. Lingkungan yang baik akan mencegah mereka yang lamban, bisa terhindar dari kejahatan.

Mereka yang lamban, harus terus-menerus mendapatkan pendidikan tentang kebaikan. Miskawaih menyatakan pula, setiap orang dapat berubah asalkan mendapatkan pendidikan secara terus-menerus tentang kebaikan.

Tak heran jika Miskawaih kemudian menyimpulkan, hal-hal yang telah terbiasa dilakukan oleh anak-anak sejak kecil, akan memengaruhinya ketika menjadi orang dewasa. Dengan demikian, anak laki-laki ataupun perempuan harus sejak dini dididik tentang kebaikan.

Pemikiran Miskawaih itu tersurat dalam bagian kedua bukunya yang berjudul,  Tahdhib al-Akhlaq . Miskawaih mengatakan, pendidikan sejak dini terhadap anak-anak memiliki arti penting. Selain menanamkan kebaikan sejak dini, juga bisa sebagai sarana pembentuk karakter.
Menurut Miskawaih, tidak mudah bagi seseorang yang telah dewasa untuk mengubah karakternya. Kecuali, dalam kondisi tertentu. Misalnya, orang tersebut sadar dan menyesal atas perilaku dan moralnya yang buruk selama ini.

Lalu, orang tersebut bertekad untuk memperbaiki diri dan meninggalkan perilakunya yang buruk itu. Miskawaih mengatakan, orang semacam ini, yang memiliki kesadaran dari lubuk hatinya untuk melakukan perubahan diri, biasanya akan terus menjauhkan diri dari kejahatan moral.

Bahkan, jelas Miskawaih, orang itu biasanya akan secara sadar meminta orang lain membimbingnya ke jalan yang benar. Pun, meminta orang lain untuk selalu mengingatkannya saat ia berkecenderungan melakukan hal yang tidak baik.

Di sisi lain, Miskawaih mengungkapkan, adanya seseorang yang berusaha  memperbaiki karakternya, memurnikan jiwanya yang kotor, dan membebaskan dirinya dari kebiasaan jahat, karena pada dasarnya semua orang itu baik.

Miskawaih menegaskan pula, mereka akan tetap menjadi baik karena adanya hukum dan pendidikan. Juga, ada pelatihan dan pembiasaan terhadap mereka sejak kanak-kanak, agar mereka selalu menjalankan kebaikan sesuai fitrahnya.

Bila hal ini diabaikan, ungkap Miskawaih, mereka akan jatuh dalam perangkap keburukan. Dan, tentunya hubungan spiritual dengan Allah SWT akan mengalami gangguan akibat perilaku yang buruk itu. Jadi, pendidikan menjadi hal yang sangat berperan penting.

Karakteristik buruk
Dalam pandangan Miskawaih, ada empat karakteristik buruk yang harus dihilangkan sejak anak-anak supaya mereka tidak menderita ketika dewasa. Pertama, malas, menganggur, menyiakan hidup tanpa kerja apa pun. Intinya, manusia tanpa manfaat.

Kedua, kebodohan dan ketidaktahuan yang disebabkan oleh kegagalan untuk mempelajari dan melatih diri dengan ajaran-ajaran yang diucapkan oleh orang-orang bijak. Ketiga, bersikap kurang ajar dan tak tahu sopan santun.

Hal itu terjadi karena seseorang mengejar keinginan yang tak terkendali dan berusaha melakukan perbuatan dosa dan jahat. Sedangkan keempat, adalah rasa asyik dan keadaan terbiasa dengan perbuatan buruk karena seringnya melakukan perbuatan tersebut.

Miskawaih mengatakan, untuk menghilangkan setiap karakteristik buruk di atas, dibutuhkan pendidikan ataupun pelatihan yang dilakukan secara terus-menerus. Hanya orang cerdas, kata dia, yang dapat menyembuhkan dirinya sendiri dari karakter buruk tersebut.

Sekali lagi, Miskawaih menegaskan, persoalan itu bisa diatasi melalui pendidikan dan pelatihan. Keduanya bisa dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. Ia menyatakan, pendidikan bisa menjadi sarana untuk mewujudkan hal-hal yang baik itu.

Miskawaih mengatakan, pendidikan ini selain berguna bagi anak-anak, juga bermanfaat bagi orang tua. Sebab, saat memberikan pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya, mereka akan terus ingat untuk selalu menjalankan perbuatan yang baik.

Pada akhirnya, pendidikan ini akan mengarahkan anak-anak saat menjadi dewasa, untuk menjalankan kebaikan dan menghindari perbuatan jahat dengan mudah. Pun, tentunya mudah mengikuti semua ajaran yang ada di dalam Alquran dan sunah.

Mereka, jelas Miskawaih, juga akan menjadi terbiasa menjaga diri dari godaan kesenangan yang menjerumuskan kepada keburukan. Tak hanya itu, mereka juga akhirnya tak terbiasa memanjakan dirinya dalam kesenangan yang melalaikan.

Pada akhirnya, mereka lebih menginginkan untuk memiliki kemampuan yang tinggi dalam filsafat, dan mencari kedekatan diri dengan Allah. Lalu, jelas Miskawaih, mereka akan menuai persahabatan yang hangat dari orang-orang yang saleh.

Miskawaih dan Metode Pendidikan

Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya, memandang penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik.

Menurut Miskawaih, patut pula memberikan pujian kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak. Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang dewasa tersebut.

Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik.

Namun, perlu diingatkan pula agar seorang anak atau siapa pun yang telah dewasa untuk tak makan, minum, dan berpakaian secara berlebihan. Dalam aturan makan, anak harus diberi tahu bahwa makan itu suatu keharusan dan penting bagi kesehatan tubuh.

Makan, jelas Miskawaih, bukan sebagai alat kesenangan indra. Perlu diketahui pula bahwa makanan merupakan obat bagi tubuh, yakni obat untuk rasa lapar dan mencegah timbulnya penyakit. Orang tua atau pendidik harus mengingatkan anak didiknya agar tak makan berlebihan.

Dalam cara berpakaian, Miskawaih menyatakan, saat anak telah beranjak dewasa, khususnya laki-laki, sebaiknya mereka mengenakan pakaian putih-putih dan menghindari pakaian berpola. Sebab, menurut dia, pakaian berwarna dan berpola lebih layak untuk perempuan.

Selain itu, Miskawaih mendorong laki-laki untuk tak menghiasai dirinya dengan perhiasan perempuan, seperti memakai cincin dan mempunyai rambut panjang. Mereka tidak boleh mengenakan emas dan perak dalam bentuk apa pun.

Anak-anak, jelas Miskawaih, pun harus dilatih untuk mengagumi sifat-sifat murah hati. Misalnya, berbagi makanan. Selain pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik. Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga perlu dikecam.

Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan buruknya, Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun, hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan.


View the original article here

Ilmuwan Mesir: Kemajuan Iptek Ungkap Berbagai Keajaiban Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ilmuwan Mesir, Prof Dr Zagloul Mohamed El-Naggar, mengatakan semakin maju ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek), semakin terungkap pula keajaiban kitab suci Alquran. "Alquran bukan buku ilmu pengetahuan. Tapi ayat-ayatnya mengenai alam semesta (kauniyah) kini terbukti dalam penemuan-penemuan ilmiah di abad modern ini," kata Prof Naggar dalam ceramahkanya di Aula Harun Nasution, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Kamis.

Pakar ilmu bumi (geologi) tersebut mengupas beragam penemuan ilmiah mengenai alam semesta yang mengamini hakekat kebenaran Alquran. Sebagai contoh, ayat 6 Surat Al Thur, "Al Bahrul Masjur" (Demi laut yang --di dalam tanah bawah laut itu-- ada api). "Terbukti secara ilmiah oleh para ahli geologi dan ilmu kelautan bahwa dasar semua samudera dipanasi oleh jutaan ton magma yang keluar dari perut bumi," katanya.

Menurut peraih doktor geologi lulusan Universitas Wales, Inggris pada 1963 itu, magma tersebut keluar melalui jaringan rengkahan raksasa yang secara total merobek lapisan litosfir dan sampai ke lapisan astenosfir. "Para ilmuwan yang jujur akan kagum melihat kepeloporan Al Quran dan hadis-hadis Nabi terkait petunjuk tentang fakta-fakta ilmiah bumi, yang baru dapat dibuktikan pada akhir abad ke-20 seiring dengan kemajuan iptek," kata ilmuwan yang telah menghafal semua 30 juz Alquran saat ia berusia sepuluh tahun itu.

Fakta ilmiah lain, katanya, yaitu ayat 15 dan 16 Surat At Takwir: "Fala Uqsimu bil khunnas. Al Jawaril Kunnas" (Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang tak tampak. Yang bergerak sangat cepat). Prof Naggar menjelaskan, para ulama dahulu menafsirkan ayat tersebut secara metaforis, namun para ahli astronomi pada akhir abad 20 menemukan fakta ilmiah, yaitu apa yang disebut Black Hole (Lubang Hitam).

Black hole adalah planet yang ditandai dengan densitas yang tinggi dan gravitasi yang kuat, tempat zat dan semua bentuk energi termasuk cahaya tidak mungkin lepas dari perangkapnya. Disebut lubang hitam karena ia sangat gelap tak terlihat, dengan kecepatan geraknya diperkirakan mencapai 300 ribu km per detik.

Black holes dianggap sebagai fase tua kehidupan bintang, yang didahului ledakan dan zatnya kembali menjadi nebula. "Fakta ini baru terungkap pada akhir abad 20, yakni 14 abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW," kata Prof Naggar.


View the original article here

Thursday, March 24, 2011

Bisnis Ala Rasulullah SAW: Uang Bukan Modal Utama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Apakah modal utama memulai usaha? Jika Anda menjawab uang, mungkin benar, tapi tidak dalam bisnis ala Rasulullah SAW.  "Yang menjadi number one capital dalam bisnis ala Rasulullah adalah kepercayaan (trust) dan kompetensi," kata pakar ekonomi syariah, Syafii Antonio.

Menurutnya, dalam trust itu ada integritas dan kemampuan melaksanakan usaha. "Beliau membangun usaha dari kecil, dari sekadar menjadi pekerja, kemudian dipercaya menjadi supervisor, manajer, dan kemudian menjadi investor," ujarnya.

Perjalanan dari kuadran ke kuadran itu, katanya, menunjukkan bahwa Rasulullah adalah seorang entrepreneur yang memiliki strategi dalam mengembangkan usahanya dan karakteristik untuk mencapai sukses.

Sebagai pengusaha dan pemimpin, Rasulullah mempunyai sumber income yang sangat banyak. Namun Rasul  sangat ringan tangan memberi bantuan. "Beliau sangat tidak sabar melihat ada umat yang menderita dan tidak ridha melihat kemiskinan di sekitarnya atau kelaparan di depan matanya," kata Syafii.

Itu sebabnya, kata Syafii, Rasulullah selalu berinfak dengan kecepatan yang luar biasa, yang digambarkan para sahabatnya sebagai "seperti hembusan angin". "Ia menyedekahkan begitu banyak hartanya dan mengambil sedikit saja untuk diri dan keluarganya," ujarnya.

Kepemimpinan dan manajemen ala Rasulullah ini akan dibedahnya dalam Eksiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW, The Super Leader Super Manager yang akan diluncurkan besok. Dalam buku itu, Syafii  merangkai dan menuangkan ketauladanan nabi Muhammad SAW dalam satu set ensiklopedia yang terdiri dari delapan buku.

Menurut Doktor Banking Micro Finance dari University of Melbourne itu, dalam diri Rasulullah banyak hikmah yang bisa dipetik mengangkut soal manajemen dan kepemimpinan. Sayangnya, sangat terbatas literatur yang menggali dimensi leadership dan manajemen dengan kaca mata analisa tematis dan modern. “Dalam arti dipandang dari sudut ilmu manajemen modern dan suasana modern,” kata pimpinan Tazkia Group itu.


View the original article here

Wednesday, March 23, 2011

AL- ALBANI DAN KAPASITAS KE ILMUANNYA

TULISAN : AL ALLAMAH AL MUHADDITS AL KABIR. ABDULLAH BIN ASSHIDDIQ AL HASANY AL GHUMARI.
Alih bahasa:Rivqi “al muqollid” faletehan.

BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM.


Ini adalah petikan dari Arrasail al ghomariyah dalam penyanggahan atas Nashir al albani.
Al muhaddits sayyidy Abdullah bin Ashiddiq al ghomari ra berkata:


…..dia adalah Nashiruddin, al albani adalah asalnya(Albania).


Pada awalnya dia ber I’itikaf di dalam kamar perpustakaan “Al Dzahiriyah” Damaskus disana dia berkutat membaca buku dan betah untuk membaca.


Setelah itu dia menyangka bahwa dirinya telah menjadi profesional dalam urusan agama. Dia memberanikan diri untuk berfatwa dan mentashhieh hadits atau mendha’ifkannya sesuai dengan keinginan hawa nafsunya. Juga dia berani menyerang ulama yang mu’tabar(yang berkompeten di bidangnya)padahal dia mandakwa bahwa “hafalan”hadits telah terputus atau punah.


Maka akibatnya bisa anda saksikan terkadang dia menganggap buruk pendapat para ulama juga mendha’ifkan hadits yang baik-baik dan menganggapnya lemah,sampai sampai shahih Bukhari dan shahih Muslim pun tidak selamat dari koreksinya.


Berdasarkan hal tersebut(dia tdk berguru) maka isnadnya maqthu’(silsilah keilmuannya terputus)dan kembali kepada kitab kitabnya yang ia teliti,kembali kepada juz juz yang ia baca dengan tanpa Talaqqi(belajar kepada guru).


Dia pernah mendakwakan dirinya sebagai kholifah(penerus) Assyaikh Badruddin Al Hasani(salah satu guru Al Ghomari,pen)yang beliau adalah seorang ulama yang tidak pernah terlepas dari biji tasbih dari tangannya meskipun sedang mengajar,dan anehnya ia menganggap bid’ah kepada orang yang mengenakannya(biji tasbih).


Lalu dia (al Albani) mendakwakan dirinya telah mencapai derajat “penghafal hadits” dan mampu mentashhieh hadits sehingga pengikut pengikutnya menyangka bahwa dia adalah “MUHADDITS” dunia seluruhnya. Apakah dengan sekedar ijazah dari sangkaan seseorang lantas dia boleh berbicara /koreksi atas hadits Rasulillah saw..??


Kemudian berdasarkan PERSAKSIAN DARI PARA ULAMA DI ZAMANNYA dari para ulama Dimasyq menyatakan bahwa dia tidak hafal matan- matan hadits apalagi sanad -sanadnya. Bahkan KEILMUANNYA tidak mencapai untuk menilai sebuah matan hadits kemudian meneliti rijal(para perowi)nya di kitab kitab “Al Jarh watta’diil”,sehingga berangkat darin itu semua dia menghukumi sebuah hadits dengan menshahihkan dan mendha’ifkan nya dalam keadaan “TIDAK TAHU” bahwa sebuah hadits mempunyai jalan riwayat,syawahid (hadits lain sebagai saksi penopang)dan mutaba’at(penelusuran susulan). Dia juga lupa bahwa seorang “AL HAFIDZ”(penghafal 100 ribuan hadits sanad dan matannya) mempunyai “otoritas” menshahihkan dan mendha’ifkan sebuah hadits sebagaimana yang di katakan oleh Al Hafidz Assuyuthy dalam “AL FIYAH” nya(kitab nadzom ilmu hadits diroyah 1000 bait)
???? ???? ????????? ??? ??????:
???? ???? ????? ???? ?? ** ?? ?? ?????? ?????? ???

artinya:
Maka ambillah hadits ketika telah di” nash” oleh seoranh Al Hafidz………atau dari kitab susunannya yang khushus untuk kodifikasi hadits tersebut.


Begitulah hukum sebenarnya dimana bahwa ilmu agama tidak diambil dari “MUTHOLA”AH” atas kitab-kitab ansich dengan mengesampingkan “TALAQQI”(mengaji)kepada AHL AL MA’RIFAH WA AL TSIQOH(ahli pengetahuan khushush dan dapat dipercaya)dikarenakan terkadang dalam beberapa kitab terjadi “penyusupan” dan “PENDUSTAAN” atas nama agama atau terjadi pemahaman yang berbeda dengan pengertian para “salaf” maupun “kholaf” sebagaimana mereka(para ulama) saling memberi dan menerima ilmu agama dari satu generasi ke generasi lainnya maka pemahaman yang berbeda dengan ulama salaf maupun kholaf itu dapat berakibat kepada pelaksanaan “IBADAH FASIDAH”(ibadah yang rusak)atau dapat menjerumuskan kedalam “TASYBIHILLAH BIKHOLQIHI”(penyerupaan Allah dengan Makhluq Nya)atau implikasi negative lainnya.


Cara seperti itu adalah bukan cara “belajar” dan cara menuntut ilmu yang dilakukan ulama salaf dan kholaf sebagaimana yang telah dikatakan oleh AL HAFIDZ ABU BAKAR AL KHATHIB AL BAGHDADY:…..”ILMU TIDAK DAPAT DIAMBIL KECUALI DARI MULUT PARA ULAMA”.


Maka jelaslah tidak diperbolehkan mempelajari ilmu agama kecuali dari orang yang “arif” dan tsiqoh yang mengambil ilmu dari tsiqoh………..dst sampai ke para shahabat ra. Sehingga orang yang mengambil Al Qur’an dari Mushhaf dinamakan “MUSHHAFY” tidak dapat disebut “QARI’’ begitulah seperti yang dikatakan Al Hafidz Khathib Al Baghdady alam kitabnya yang berjudul “alfaqih wal mutafaqqih” bersumber dari sebagian ulama salaf.


Cukuplah bagi kita sebagai anjuran untuk “talaqqi”(menerima ilmu dari guru)sebuah hadits Nabi saw: :"??? ???? ???? ??? ?????? ??????? ??? ??????, ???? ??????? ?????: "????? ?????? ?????????, ??????? ????????
Artinya: barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah swt maka ia diberi pemahaman dalam agamadalam sebuah riwayat ada tambahan…”bahwa ilmu hanya(didapat)dari belajar….(HR.AL BUKHORY,MUSLIM,AHMAD DI MUSNADNYA DAN LAIN LAIN)


Terdapat juga di al mu’jam al kabir imam thabrany 19/395 Al Hafidz di al fath mengatakan” isnadnya baik” 131/1
????? ????? ??? ?????? ??? ??? ?????? ???? ????: " ??? ???? ?????? ???? ???????????? ??????? ??????".

Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan dari Ibnu Sirin ia berkata:”bahwa ilmu ini adalah Agama maka lihatlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian”


?????? ????? ??? ???????: ????????: ???? ????? ?? ???????? ??? ??????, ???? ????????? ?? ????? ???? ??? ??????, ??? ??? ?????? ???? ??? ???? ?????? ??? ?????? ????? ???? ??? ??????? ????????? ??? ??? ????? ??? ???????? ?????????


Hadits tadi diriwayatkan imam Muslim di Muqaddimah shahihnya bab: menerangkan bahwa isnad itu bagian agama dan bahwa meriwayatkan hadits itu tidak boleh terjadi kecuali dari orang yang tsiqot(dipercaya)dan bahwa mencela “periwayatan” itu diperbolehkan asal sesuai dengan kenyataan bahkan wajib bukan termasuk “GHIBAH” yang diharamkan namun dengan tujuan “mempertahankan” syari’at yang dimuliakan.

Imam Abu Hayyan Al Andalusy berkata:


????? ??? ????? ?????????:

???? ???????? ?? ???????? ????? ** ???? ????? ???????? ????????
???? ????? ??????? ???? ????? ** ??????? ?????? ????? ???????
??? ???? ???????? ????? ???? ** ????? ??? ??????? ??????????
????????? ???????? ????? ???? ** ????? ????? ??? ????? ???????


Artinya:
khalayak ramai menyangka bahwa kitab kitab itu dapat menuntun orang bodoh untuk menggapai ilmu……


padahal orang yang amat bodoh tidak tahu bahwa di dalam kitab kitab itu banyak masalah rumit yang membingungkan akal orang cerdas.


Apabila engkau mencari ilmu tanpa guru…..maka engkau dapat tersesat dari jalan yang lurus.
Maka segala hal yang berkaitan akan menjadi samar buatmu hingga engkau menjadi lebih sesat disbanding si Thomas (Ahli filsafat).
(hasyiyah Al Thalib ibnu Hamdun ala lamiyat al ‘af’al hal 44)


Assyaikh Habiburrahaman al A’dzhami Muhaddits daratan India berkata dalam Muqaddimah bantahan nya terhadap Al Albany dengan judul “mablagh ilm al Albany(kapasitas keilmuan Al Albany)dengan teks sebagai berikut….


“Syekh Nashiruddin Al Albany adalah orang yang sangat menyukai untuk menyalahkan orang orang yang sangat brilian dari kalangan pembesar para ulama dan dia tidak memperdulikan siapapun orangnya.Maka dapat anda lihat terkadang dia melemahkan riwayat Imam Bukhary dan Imam Muslim dan ulama lainnya yang dibawah level ke dua imam tadi………dan hal itu terjadi di banyak tempat sehingga sebagian orang yang BODOH dan yang terbatas pemikirannya dari kalangan ulama menyangka bahwa Al Albani adalah orang yang profesional pada abad ini dan kemahirannya jarang ditemukan semacam dia di era sekarang. Semacam inilah hal yang dibanggakan olehnya di berbagai tempat dengan mengeluarkan kotorannya sehingga para pembaca melirikkan pandangan mereka dan terkadang dia mengatakan :”aku mendapatkan tahqiq(pernyataan) semacam ini dan tidak akan kau temukan di lain tempat(maksudnya di kitab lain-yang menurut dia- tidak terdapat pernyataan semacam itu).


terkadang dia mendakwa bahwa dirinya “di istimewakan” oleh Allah di abad ini untuk meneliti atas hadits hadits tambahan dalam kondisi perbedaan riwayatnya yang tersebar di kitab kitab yang berserakan sehingga ia telah mencapai hal yang belum pernah diraih para Muhaqqiqqiin yang telah lampau maupun yang akan dating.


Namun orang yang “mengenal” al Albany dan orang yang meneliti biografinya ia pasti mengetahui bahwa dia tidak mendapatkan ilmu dari “MULUT PARA ULAMA” dan dia belum pernah duduk bersimpuh di depan pengajian para ulama ,padahal ilmu itu harus didapat dengan cara ta’allum(mengaji).
Ada berita sampai kepada saya bahwa hafalan kitabnya tidak melebihi “mukhtashor al qodury” dan profesi keahlian sebenarnya adalah “mereparasi jam” yang dirinya mengakui hal ini dan membanggakannya.padahal cara mendapatkan ilmu dengan ta’allum tersebut adalah hal yang telah lazim dikenal dikalangan pelajar hadits di seluruh madrasah kami(india).Begitulah apa yang telah dinyatakan oleh Assyaikh Muhaddits diyar al Hindiyah ?????????? ?????? ??????? 1/9

Inilah kapasitas keilmuan al albany,maka bila kau membaca kitab kitabnya akan kau temukan tanda yang jelas karena dia menyebut apa yang ia katakan shahieh akan berlawanan dengan apa yang dikatakan dengan dha’ief hingga kau temukan dia merubah hadits hadits Nabi saw dengan sesuatu yang tidak boleh diakukan oleh Ahlul ilmi bil hadits. Pada akhirnya dia mendha’ifkan yang shahieh dan menshahiehkan yang dhai’ef. Ini adalah polah tingkah orang yang belum pernah menghirup aroma “ILMU” dan cara orang yang belum pernah mengenal para “GURU” dan belum pernah “SAMA’ “dari teks teks lafadz mereka. Saya tidak melihat dia kecuali orang yang membaca kitab dan menganggap bahwa mencari ilmu itu tidak butuh terhadap bimbingan dan talaqqi para guru. Padahal kita sungguh mengetahui bahwa seorang penghafal hadits tidak hanya mencukupkan diri dengan muthala’ah tanpa berkeliling mencari ilmu dari para guru dari biografi mereka dan mereka sama’(mendengar riwayat hadits) sebagaimana orang orang sebelum mereka ber sama’ kepada para guru ……begitulah adat kebiasaan “AHLI -ISNAD”.


Termasuk diantara “cacat” al Albany adalah dia berani mengkoreksi Imam imam besar,cukuplah sebagai celaan bahwa dia mengkoreksi dan berani terhadap hadits Shahih imam bukhory dan shahieh Imam Muslim,oh….seandainya saja dia mendhaifkan hadits hadts tadi berdasarkan ilmu dan ma’rifah…..namun sayang dia mendhaifkannya karena “KEBODOHAN” dan keculasan.


Siapapun orang yang mau melihat kitab kitabnya dengan pemahaman dan pengetahuan yang baik dan menjauhkan diri dari “ta’ashshub”(fanatisme)dan buang jauh jauh kebodohan yang berbahaya maka akan menjadi jelas bagi dia bahwa “AL ALBANY” adalah orang yang sangat lemah dalam ilmu hadits baik matannya maupun rijalnya.


Diantara cacat Al Albany yang fatal adalah dia menuduh orang yang mengingkarinya dengan si “pembuat bid’ah” dan dia sendiri lah yang sunny dengan pengikutnya sehingga berhak masuk sorga dan penentangnya adalah ahlulbid’ah yg akan masuk neraka. Tujuannya tidak lain hanyalah untuk mencapai “kemasyhuran” dia ingin menjadi yang terhebat di zamannya dan mengungguli pendahulu pendahulunya.

Kesimpulannya Al Albany dan fatwa fatwa dan istinbathnya adalah merupakan “BENCANA” untuk kaum muslimin. Bisa anda lihat bagaimana dia membid’ahkan berdzikir dengan biji tasbih,membaca al Qur’an untuk mayyit….juga di kitab kitabnya banyak kesesatan yang nyata apalgi di syarah Al Thohawy. Maka sesuai dengan pernyataan di atas apa yang dikatakan oleh Assyaikh Muhammad Yasin Al fadany yang masyhur bahwa Al Albany itu “Dhaallun mudhillun”(sesat dan menyesatkan).


Juga sesuai dengan pernyatan Syaikh Al Muhaddits Habiburrahman: ketika aku membaca karangan al albani dalam pembahasan seperti ini dan yg lainnya ,aku menjadi teringat hadits Nabi saw:

?? ???? ????? ?????? ??? ???? ??????? ?????? ??? ??? ????? ?????? ??? ????".


“sungguh apa yang dapat di tangkap oleh manusia dari perkataan Nubuwwah yang pertama adalah “kalau kau tidak tahu malu maka berbuatlah sesukamu…”


Sekarang kami katakan kepada para pengikut Al Albani dan yang terbujuk rayu ucapan-ucapannya dan kepada orang orang yang tertipu dengan slogan slogannya …”kembalilah kalian kedalam ajaran yang baik yang sudah ada, ikutilah jalan para Abror…..ikutilah jalan yang lurus campakkan jalan orang yang menyimpang dari “Annahj al mustaqiim”….


Takutlah kalian untuk memberanikan diri atas kalam Rasulillah saw dengan tanpa didasari ilmu,jangan kalian terperdaya oleh orang yang sesat meskipun dia mempunyai puluhan karangan dan buku.
Oh…..betapa buruknya keberanian mengkoreksi dan berkecimpung tanpa ilmu atas hadits Nabi saw.
Ya Allah kami memohon kepada Mu keselamatan dan penjagaan …..
Allah swt berfirman:


???? ???? ??????: (???? ?????? ??? ?????? ???? ???? ?????? ???? ????????? ????????? ?????????? ???? ???????? ????? ?????? ??????????) 36 [ ????? ???????]."


(janganlah kau ikuti apa yang kamu tidak mengetahui karena pendengaran,pengelihatan dan hati itu semuanya akan dipertanggung jawabkan…)……
sekian.


@Al Muhaddits Al Kabir Abdullah al Ghumari Al Hasany adalah Al Allamah di bidang hadits dan ilmu lain. Pada awalnya Hafalan hadits beliau mencapai 50.000 hadits baik sanad maupun matannya,namun setelah beliau meninggal banyak ulama yang menjuluki Al Hafidz..diantara murid beliau adalah Mufty Addiyar al mishriyah Al Allamah al Imam Ali Jum’ah.


View the original article here