Saturday, August 20, 2011

Pergulatan Filosofis Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd Al-Ghazali dan Filsafat

 Home Republika Online

Kamis, 21 Juli 2011 pukul 16:14:00
Adnin ArmasPemred Majalah Gontor“Sekelompok masyarakat begitu terpesona dengan kehebatan filsafat Yunani. Mereka lebih suka mengikuti pemikiran filsafat ketimbang ajaran Islam. Nama-nama filsuf beken, seperti Socrates, Hippocrates, dan Aristoteles, membuat mereka terkagum-kagum. Padahal, mereka belum memahami betul pemikiran para filsuf tersebut,” demikian tulis al-Ghazali (450/1058-505/1111), Sang Bukti Islam (Hujjatul Islam), di halaman awal Tahafutul Falasifah.Bermaksud menunjukkan kekeliruan filsafat, al-Ghazali menulis Tahafutul Falasifah (Ketidakkoherensian Para Filsuf). Karya yang ditulis sekitar Januari 1095 itu adalah jawaban bagi mereka yang terlalu mengidolakan filsafat.Namun, al-Ghazali tidak menolak filsafat secara total. Bagi al-Ghazali, pemikiran para filsuf ada juga yang tidak bertentangan dengan akidah (la yasdumu maz ha buhum fihi aslan min usuliddin). Pemikiran para filsuf tentang gerhana bulan (al-kusu ful qamariy), yaitu hilangnya cahaya bulan disebabkan posisi bumi yang berada di antara bulan dan matahari, tidak bertentangan dengan Islam. Saat gerhana, bulan b rada dalam bayang-bayang bumi, maka si nar matahari tidak dapat diserap oleh bulan.Begitu juga dengan pemikiran mereka mengenai gerhana matahari (kusufus syams), tatkala posisi bulan berada di tengah antara bumi dan matahari. Al-Ghazali menegaskan, jika pendapat mereka mengenai hal-hal seperti ini ditolak dengan alasan agama, justru akan melemahkan ajaran Islam.Jadi, bagi al-Ghazali, filsafat itu ada sesatnya. Namun, ada pula benarnya. Selama tidak bertentangan dengan akidah, maka fisika, logika, matematika, dan geometri yang merupakan bagian dari ilmu filsafat bisa diterima. Tapi, jika bertentang an dengan akidah, seperti metafisika dan unsur-unsur dalam fisika ataupun psikologi (saat itu psikologi bagian dari ilmu filsafat), bagian dari filsafat tersebut harus ditolak. Al-Ghazali telah meletakkan filsafat pada tempatnya.Tahafutul FalasifahDalam karyanya, Tahafutul Falasifah, al-Ghazali menunjukkan kekeliruan pemikiran para filsuf Yunani dan para pengikut mereka seperti al-Farabi (m 950) dan Ibnu Sina (m 1037). Tahafutul Falasifah memuat 20 persoalan filosofis. Dari kedua puluh persoalan tersebut, tiga persoalan menyebabkan kekufuran, yaitu pemikiran para filsuf bahwa alam (yang dimaksud dengan alam adalah apa saja ciptaan Allah, termasuk alamul ghaib) adalah tidak bermula; Tuhan mengetahui hal-hal partikular dengan cara yang universal; dan tidak ada kebangkitan fisik di akhirat kelak.Dari kedua puluh persoalan filosofis, persoalan keazalian alam menyedot sekitar seperlima dari keseluruhan isi buku Taha futul Falasifah. Bagaimana Tuhan menciptakan alam? Para filsuf (tidak termasuk Plato) beranggapan bahwa alam tidak ber mula. Alam ada sejak Tuhan ada. Tuhan ada, maka alam ada. Jika Tuhan ada dan alam tidak ada, ketiadaan hadir sebelum adanya alam.Namun bagi para filsuf, kondisi seperti itu mustahil bagi akal. Sebab, jika alam dari tiada kemudian berubah menjadi ada, pasti ada faktor (murajjih) yang menyebabkan perubahan dari ketiadaan menjadi ada. Para filsuf menyatakan tidak mungkin jika perubahan tersebut disebabkan oleh Tuhan....

Berita koran ini telah melewati batas tayang. Untuk mengakses, silakan berlangganan.
Bagi Anda yg sudah berlangganan, silakan login disini.
Bagi Anda yg belum mendaftar berlangganan, silakan registrasi disini.


Index Koran

View the original article here


EmoticonEmoticon